Nama Kursus : PENGANTAR PERJANJIAN BARU
Nama Pelajaran : Sejarah Gereja Mula-Mula
Kode Pelajaran : PPB-R06a
Referensi PPB-06a diambil dari:
Judul Buku : Memahami Perjanjian Baru
Pengarang : John Drane
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996
Halaman : 256 - 259
REFERENSI 06a - SEJARAH GEREJA MULA-MULA
LAHIRNYA JEMAAT KRISTEN
Sewaktu mereka berkumpul di balik pintu terkunci di Yerusalem pada
hari-hari pertama setelah kebangkitan Yesus, para murid mengetahui
bahwa lebih mudah berbicara tentang mengubah dunia daripada pergi
keluar dan melakukannya. Tetapi tidak lama kemudian, sesuatu terjadi
yang bukan hanya mengubah jalan pikiran mereka, tetapi yang juga
memberanikan mereka untuk menyampaikan iman mereka dengan cara yang
menggoncangkan seluruh dunia Romawi.
Hanya lima puluh hari setelah kematian Yesus, Petrus berdiri di depan
suatu kerumunan orang banyak di Yerusalem, dan dengan berani
menyatakan kerajaan Allah telah datang, dan Yesuslah Raja dan
Mesiasnya. Pada waktu itu Yerusalem penuh dengan peziarah-peziarah
yang datang dari seluruh penjuru kekaisaran Roma untuk merayakan Pesta
Pentakosta - dan ketika Petrus berbicara, mereka tidak hanya mengerti
pemberitaannya tetapi juga, dalam jumlah yang luar biasa besarnya,
memberikan respons terhadapnya. Ketika Petrus menyatakan mereka harus
menjadi murid-murid Yesus dengan bertobat dari dosa dan menerima hidup
baru yang diberikan Allah, tiga ribu orang menerima seruannya dan
menyerahkan diri mereka kepada Yesus (Kis. 2:14-42).
Apa yang sesungguhnya telah terjadi sehingga murid-murid Yesus
mengalami transformasi dalam hidup mereka? Jawabannya terdapat dalam
pembukaan pidato Petrus. Sebab ketika ia berdiri dan berbicara kepada
orang banyak itu, Petrus mengingatkan mereka tentang suatu nats
Perjanjian Lama yang menggambarkan bahwa datangnya abad baru adalah
masa di mana Roh Allah akan bekerja dengan cara baru dalam hidup
orang-orang. Sewaktu nabi-nabi Perjanjian Lama memandang ke masa
depan, beberapa dari mereka menyadari bahwa masalah manusia tidak
pernah akan selesai hingga suatu hubungan baru dijalin antara manusia
dan Allah. Dosa dan ketidaktaatan manusia telah mengakibatkan
kekacauan, tetapi dalam abad baru Allah tidak hanya menuntut ketaatan
- Ia akan memberi mereka kekuatan moral yang baru dan kemampuan untuk
menjadi manusia seperti yang dimaksudkan Allah (Yer. 31:31-34). Dalam
nubuat Yoel (2:28-32), kekuatan baru untuk hidup ini dihubungkan
dengan pemberian Roh Allah - dan Petrus mengambil perikop tersebut
sebagai natsnya, serta menyatakan nats tersebut sedang dipenuhi dalam
pengalaman murid-murid Yesus. Melalui kematian dan kebangkitan Yesus,
orang-orang sekarang dapat mempunyai hubungan baru dengan Allah
sendiri. Dari pengalamannya sendiri, Petrus tahu bahwa hal itu benar.
Bagi Petrus dan murid-murid lainnya, hari itu sama seperti hari-hari
sebelumnya. Tetapi ketika mereka menghadapi tugas yang begitu besar
dan yang tidak mungkin dilaksanakan - yang dipercayakan Yesus kepada
mereka, tanpa disangka-sangka suatu kuasa yang memberi hidup masuk ke
dalam kehidupan mereka. Kuasa itu merupakan suatu dinamika moral dan
spiritual yang memperlengkapi para murid supaya memberi kesaksian
tentang iman yang baru. Kuasa itu adalah kuasa Roh Kudus dan akan
menjadikan mereka seperti Yesus. Tidaklah mudah menggambarkan dalam
kata-kata apa yang mereka alami. Tetapi sebagai akibatnya, kepercayaan
mereka yang ragu-ragu dan tidak pasti kepada Yesus dan janji-janji-Nya
secara luar biasa diteguhkan. Sejak saat itu dan seterusnya, mereka
yakin janji-janji Allah dalam Perjanjian Lama dipenuhi dalam hidup
mereka sendiri - dan mereka sangat yakin bahwa Yesus yang hidup ada
dan hadir bersama mereka secara unik. Jemaat telah lahir.
Seluruh kehidupan para murid mengalami perombakan sedemikian rupa,
sehingga tidak diperlukan argumen lain untuk meyakinkan mereka bahwa
pengalaman mereka sehari-hari merupakan akibat langsung dari kuasa dan
kehadiran Yesus di dalam hidup mereka. Petrus, Yohanes dan yang lain-
lainnya memiliki kuasa guna melakukan tindakan-tindakap hebat dalam
nama Yesus (Kis. 2:43; 3:1-10) - dan tentunya Petrus diberikan
kemampuan secara tak disangka-sangka untuk berbicara dengan kuasa
kepada orang banyak yang berkumpul di Yerusalem.
Sebagai akibat semuanya ini, para rasul dan orang-orang Kristen baru
begitu dikuasai oleh cinta-kasih kepada Yesus yang hidup dan kerinduan
untuk melayani-Nya, sehingga kebutuhan-kebutuhan kehidupan sehari-hari
terlupakan. Orang-orang Kristen selalu "bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti dan berdoa" (Kis. 2:42). Mereka malahan menjual harta
mereka dan mengumpulkan hasil penjualan sehingga mereka dapat hidup
sebagai suatu persekutuan sejati dari pengikut-pengikut Yesus.
Mencari uang bukan lagi merupakan haI yang terpenting dalam hidup.
Satu-satunya hal yang penting adalah memuji Allah, dan membawa berita
yang-mengubah hidup kepada orang-orang lain (Kis. 2:44,47; 4:32,35).
Jemaat bertumbuh.
Pada hari-hari pertama kehidupan jemaat di Yerusalem, persahabatan
terbuka dan gaya hidup sederhana dalam jemaat purba pasti terlihat
sebagai menyingsingnya suatu zaman yang baru. Tetapi tidak perlu waktu
lama sebelum persoalan-persoalan lain yang lebih rumit muncul, untuk
memperingatkan Petrus dan lain-lainnya bahwa kerajaan Allah belum tiba
dalam segala kepenuhannya. Persekutuan yang baru tergalang merupakan
bukti bahwa umat baru sudah ada. Tetapi seturut berlalunya waktu,
ketegangan antara masa sekarang dan masa depan yang begitu fundamental
dalam pengajaran Yesus mempunyai dampak yang mengganggu kelanjutan
hidup persekutuan kristen yang sedang berkembang. Selama masa hidup
Yesus, gerakan mesianik baru yang dibangun-Nya itu pada umumnya
hanyalah merupakan bidat setempat dalam agama Yahudi Palestina. Semua
murid merupakan orang Yahudi. Walaupun logika pemberitaan dan teladan
perilaku Yesus sendiri menunjukkan bahwa orang-orang bukan-Yahudi
tidak dikecualikan dari keanggotaan persekutuan, hubungan orang-orang
Yahudi dan bukan-Yahudi tidaklah merupakan persoalan besar pada waktu
itu. Orang-orang bukan-Yahudi yang bertemu dengan Yesus adalah
pribadi-pribadi tersendiri (Mrk. 7:24-30; Luk. 7:1-10). Jumlah mereka
tidak besar, dan bagaimanapun juga banyak dari mereka mungkin sekali
menghadiri upacara-upacara agama di sinagoge, meskipun mereka belum
memeluk agama Yahudi.
Tetapi tidak lama kemudian, para pengikut Yesus dipaksa untuk
mencurahkan perhatian besar terhadap seluruh persoalan hubungan antara
orang-orang percaya Yahudi dan bukan-Yahudi. Walaupun mereka tidak
menyadarinya, peristiwa-peristiwa pada hari Pentakosta yang direkam
pada bagian Kisah Para Rasul merupakan suatu peristiwa yang menentukan
dalam kehidupan jemaat muda usia itu (Kis. 2). Sebab ketika banyak di
Petrus berdiri dan menerangkan ajaran Kristen kepada orang kosmolitan,
Yerusalem, ia berhadapan dengan sidang pendengar yang terdiri dari
"orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong
langit" (Kis. 2:5). Tentu saja mereka semua menaruh perhatian terhadap
agama Yahudi, kalau tidak mereka tidak akan mengadakan perjalanan ke
Yerusalem guna menghadiri perayaan keagamaan. Tetapi tidak semua orang
bukan-Yahudi di antara mereka sudah menjadi penganut penuh agama
Yahudi yang menerima seluruh hukum Yahudi - sedangkan mereka yang
berasal dari keluarga Yahudi pun diberbagai tempat dari kekaisaran
Roma, mempunyai latar belakang dan pandangan yang agak berlainan
dengan orang Yahudi yang dilahirkan dan dibesarkan di Palestina
sendiri. Mayoritas dari orang banyak yang mendengar khotbah Petrus
pada hari Pentakosta mungkin sekali merupakan orang-orang Yahudi yang
berbahasa Yunani, yang telah berziarah ke Yerusalem dalam rangka pesta
agama Yahudi yang besar itu. Banyak dari mereka yang baru untuk
pertama kalinya mengunjungi Yerusalem. Walaupun tempat tinggal mereka
sangat jauh, mereka selalu menggandrungi Yerusalem serta Bait Allah.
Yang merupakan tempat suci pusat agama mereka, sama halnya bagi orang
Yahudi yang tinggal di Palestina. Petrus dan murid-murid lainnya tidak
ragu-ragu bahwa kabar baik tentang Yesus harus disampaikan juga kepada
orang-orang tersebut. Memang, banyak persamaan di antara mereka. Para
murid sendiri merupakan pendukung setia dari upacara-upacara ibadah di
sinagoge. Mereka juga memelihara pesta-pesta agama Yahudi Yang besar,
dan kadang-kadang mereka malahan berkhotbah di pelataran Bait Allah
(Kis. 3:1-16). Hal ini merupakan sesuatu yang Yesus sendiri tidak
dapat lakukan tanpa kekhawatiran akan akibat-akibatnya, dan walaupun
Petrus dan Yohanes kemudian ditangkap dan dituduh di hadapan mahkamah
agama Yahudi, mereka segera dibebaskan, dan satu-satunya pembatasan
yang dikenakan ke atas mereka adalah supaya "sama sekali jangan
berbicara atau mengajar lagi dalam nama Yesus" (Kis. 4:18). Terlepas
dari iman mereka kepada Yesus yang terasa aneh, tindak-tanduk mereka
pada umumnya dapat diterima oleh para penguasa Yahudi.
|