Nama Kursus : PENGANTAR PERJANJIAN BARU
Nama Pelajaran : Bait Suci
Kode Pelajaran : PPB-R02c
Referensi PPB-02c diambil dari:
Judul Buku : Survei Perjanjian Baru
Pengarang : Merrill C. Tenney
Penerbit : Gandum Mas, Malang, 2000
Halaman : 110 - 116
REFERENSI 02c - LATAR BELAKANG AGAMA DUNIA PB
BAIT SUCI
Bait Suci yang dibangun Salomo sudah hancur ketika Yerusalem dirampas
dan dibakar oleh pasukan Nebukadnezar dalam tahun 586 SM. Bait Suci
yang kedua, mulai dibangun pada tahun 537 SM, dan setelah beberapa
kali tertunda selesai pada tahun 516 SM (Ezra 6:13-15). Nabi Hagai dan
Zakharia banyak menulis mengenai pertobatan dan pembangunan kembali
bait suci.
Tidak banyak yang diketahui mengenai sejarah bait suci. Pada tahun 168
SM Antiokhus Epifanes merampok dan menajiskannya dengan membangun
sebuah altar bagi dewa Zeus Olimpias, serta mempersembahkan kurban
baginya. Tiga tahun kemudian Yudas Makabe membersihkan dan
memperbaikinya kembali. Bangunan ini masih berdiri tegak ketika
Pompeius mengalahkan Yerusalem pada tahun 63 SM, dan Crassus merampok
isinya pada tahun 54 SM. Ketika Herodes Agung merebut kota itu pada
tahun 37 SM, sebagian bangunan bait suci terbakar, tetapi nampaknya
bangunan utamanya tidak banyak mengalami kerusakan.
Namun, pada tahun kedelapan belas dari masa pemerintahannya (2019 SM),
Herodes Agung melakukan pembangunan kembali bait suci itu. Sebelum
pembongkaran dan pembangunan yang sesungguhnya dilaksanakan ia
mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan terlebih dahulu, dan
melaksanakan pembangunan sedikit demi sedikit agar sesedikit mungkin
mengganggu jalannya kebaktian. Pekerjaan itu dilakukan oleh para imam.
Tempat kudusnya sudah selesai dalam waktu satu setengah tahun, tetapi
bangunan luar dan serambinya baru selesai sekitar tahun 62 atau 63.
Ketika para musuh Yesus mengatakan bahwa bait suci sudah dibangun
selama empat puluh enam tahun, mereka menyiratkan bahwa pembangunan
itu masih terus berlangsung (Yohanes 2:20).
Bangunan itu sendiri terbuat dari pualam putih dan sebagian
daripadanya dilapisi oleh emas yang memantulkan sinar matahari dan
menimbulkan pemandangan yang menakjubkan. Pelataran bait suci
berbentuk empat persegi panjang dengan lebar sekitar 585 kaki dari
timur ke barat dan panjang 610 kaki dari utara ke selatan. Di
sepanjang dinding sebelah dalam pelataran ini terdapat serambi dengan
barisan pilar rangkap dua di sebelah selatannya. Serambi sebelah timur
dikenal sebagai serambi Salomo (Yohanes 10:23; Kisah 3:11; 5:12)
karena konon bangunan inilah yang tersisa dari bait suci yang dibangun
Salomo. Ruangan kantor terletak di sepanjang dinding ini atau di
antara beranda-beranda.
Pelataran sebelah luar dikenal sebagai pelataran orang kafir. Tidak
ada larangan untuk memasukinya, dan ada kalanya pelataran ini
digunakan sebagai pasar. Melintang di sebelah utara pelataran ini
adalah bangunan utama bait suci yang terdiri dari pelataran dalam dan
bangunan-bangunannya. Sisi sebelah timur adalah pelataran wanita dan
tepi sebelah barat diperuntukkan bagi kaum pria Israel dan terlarang
bagi kaum wanita. Di tengah-tengah pelataran pria terdapat pelataran
imam, dan di tengah-tengahnya adalah altar kurban bakaran. Pelataran
dalam dibangun lebih tinggi daripada pelataran luar. Di antara kedua
pelataran itu, di tepi pelataran dalam, terdapat sebuah jembatan batu
yang bertuliskan larangan masuk bagi orang kafir dengan ancaman
hukuman mati. Dinding ini mempunyai sembilan buah gerbang, empat di
sebelah utara, empat di sebelah selatan dan satu lagi, mungkin yang
disebut Gerbang Indah dalam Kisah Para Rasul pasal 3.
Bagian daerah kudus lebih tinggi dari pelataran dalam dan dapat
dicapai melalui kedua belas anak tangga. Pembagian tempatnya sama
dengan pembagian di dalam kemah suci: Tempat Kudus panjangnya sekitar
enam puluh kaki dan terletak di sebelah timur. Tempat Mahakudus
panjangnya tiga puluh kaki. Di dalam Tempat Kudus meja roti
persembahan terletak di sisi utaranya, kandelar bercabang tujuh di
sebelah selatannya, serta altar dupa di antara keduanya. Hanya imam
yang diperkenankan memasuki Tempat Kudus. Tempat Mahakudus dibiarkan
kosong karena tabut sudah hilang ketika Bait Suci Salomo dihancurkan.
Imam besar masuk ke Tempat Mahakudus setahun sekali pada Hari
Pendamaian, untuk menyilih dosa umatnya dengan darah. Tempat Mahakudus
dipisahkan dengan Tempat Kudus dengan dua lapis tirai tebal, hingga
tidak ada orang yang dapat mengintip ke dalam daerah kudus ini. Di
sebelah luar daerah kudus terdapat bangunan berlantai tiga berisi
ruangan-ruangan kecil yang dihubungkan dengan tangga, untuk tempat
tinggal para imam atau menyimpan barang-barang.
Di dalam pelataran imam, di sebelah timur altar, terdapat sebuah altar
kurban bakaran yang besar, yang luasnya sekitar delapan belas kaki
persegi dan tingginya lima belas kaki. Di atas altar ini selalu
terdapat api dan setiap hari selalu diadakan upacara kurban hewan.
Hanya imam yang boleh masuk ke dalam pelataran imam, kecuali mereka
yang membawa hewan untuk dikurbankan karena mereka harus meletakkan
tangannya di atas kurban itu sebelum disembelih.
Orang Yahudi diizinkan oleh pemerintah Romawi untuk memiliki angkatan
kepolisian khusus untuk menjaga keamanan di dalam Bait Allah. Kepala
pasukannya disebut strategos atau "kepala pengawal Bait Allah" (Kisah
4:1; 5:24-26). Mungkin kelompok prajurit yang menangkap Yesus adalah
suatu pasukan dari kepolisian ini dan bukan tentara Romawi. Mereka
juga ditugasi untuk menangkap dan mengamankan Petrus dan Yohanes
ketika mereka ditahan karena berkhotbah, mungkiq di dalam Bait Allah.
Para pengawal menjaga Bait Allah setiap hari agar yang tidak
berkepentingan tidak dapat memasuki daerah terlarang. Pada waktu malam
pintu- pintu gerbang ditutup dan dijaga untuk mencegah kedatangan
pencuri.
Bait Allah adalah pusat peribadatan di Yerusalem. Yesus sendiri dan
kemudian para rasulnya mengajar dan berkhotbah di dalam pelatarannya.
Hingga tahun 56 masih ada sebagian anggota gereja di Yerusalem yang
benazar di dalam Bait Allah (Kisah 21:23-26) dan yang menjalankan
peraturan-peraturan dengan ketat. Pengaruhnya terhadap agama Kristen
makin berkurang sejalan dengan makin berkembangnya kekristenan orang
bukan Yahudi.
SINAGOGE
Seperti telah disebutkan terdahulu sinagoge mempunyai peranan besar
dalam pertumbuhan dan kelestarian Yudaisme. Orang-orang Yahudi
Perserakan mendirikan sinagoge-sinagoge di setiap kota di seluruh
negara Romawi di mana ada cukup orang Yahudi untuk menghadirinya, dan
sinagoge-sinagoge bangsa asing tumbuh subur di Yerusalem. Galilea yang
pada masa Makabe sebagian besar penduduknya adalah bangsa asing
(1Makabe 5:21-23), sudah dipenuhi oleh sinagoge-sinagoge pada zaman
Kristus. Sinagoge berfungsi sebagai balai sosial di mana penduduk
Yahudi di kota yang bersangkutan berkumpul setiap minggu untuk saling
berhandai- handai. Ia adalah media pendidikan untuk mendidik
masyarakat dalam hukum agama dan memperkenalkan anak-anak mereka pada
kepercayaan nenek moyangnya. Ia menggantikan kebaktian -- di Bait
Allah yang tidak mungkin dilakukan karena jarak yang jauh atau
ketiadaan biaya. Dalam sinagoge penyelidikan hukum menggantikan
upacara kurban, rabi menggantikan imam, dan kepercayaan kelompok
diterapkan pada kehidupan perorangan.
Setiap sinagoge dipimpin oleh seorang "kepala rumah ibadat" (Markus
5:22), yang mungkin diangkat dari antara para penatua berdasarkan
pemungutan suara. Kepala rumah ibadat ini memimpin kebaktian, menjadi
penengah dalam suatu perkara (Lukas 13:14), dan memperkenalkan
pengunjung pada jemaat (Kisah 13:15). Penjaga sinagoge, atau hazzan,
harus menjaga harta sinagoge dan bertanggung jawab atas pemeliharaan
bangunan beserta isinya. Salah satu tugasnya adalah pada Jumat sore
memberitahukan pada penduduk desa saat dimulainya hari Sabat dan waktu
penutupannya. Mungkin dialah pejabat yang disebutkan dalam Lukas 4:20,
yang memberikan gulungan Kitab Suci kepada Yesus ketika Ia hendak
berkhotbah di dalam sinagoge di Nazaret, dan mengembalikan kembali
kitab itu ke tempatnya setelah Yesus selesai membacanya. Ada kalanya
hazzan menjadi guru di sekolah sinagoge setempat.
Pada umumnya sinagoge berupa bangunan batu yang kokoh dan ada pula
yang dibangun dengan mewah bila jemaat atau para pendukungnya adalah
orang-orang kaya. Setiap sinagoge mempunyai sebuah almari tempat
menyimpan gulungan kitab Taurat, sebuah podium dengan sebuah meja
untuk meletakkan Kitab Suci yang akan dibacakan untuk hari itu, lampu
untuk menerangi ruangan, dan bangku atau kursi tempat duduk jemaat.
Banyak peralatan dalam sinagoge kuno yang masih dapat dilihat dalam
sinagoge-sinagoge dewasa ini.
Kebaktian sinagoge meliputi pengakuan iman Yahudi atau Shema,
"Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu" (Ulangan 6:4, 5), diikuti dengan
kalimat puji-pujian kepada Allah yang disebut Berakot karena selalu
diawali dengan kata "Diberkatilah." Setelah Shema, dilanjutkan dengan
pembacaan doa, ditutup dengan kesempatan bagi anggota jemaat untuk
mengucapkan doa pribadinya di dalam hati. Pembacaan Kitab Suci yang
dilakukan kemudian, pada awalnya diambil dari kitab Taurat yang
bertalian dengan hari-hari kudus tertentu; tetapi kemudian seluruh
Pentateukh dibagi-bagi menjadi seratus lima puluh empat pelajaran yang
harus dibacakan secara berurutan. Orang-orang Yahudi Palestina akan
menghabiskan seluruh Pentateukh dalam waktu tiga tahun, sedang orang-
orang Yahudi Babilonia menyelesaikannya dalam satu tahun. Kitab Nabi-
nabi juga digunakan, seperti ketika Yesus membacanya di dalam sinagoge
(Lukas 4:16-19). Mungkin saat itu Yesus sendirilah yang memilih
bacaan-Nya. Menyusul pembacaan Kitab Suci adalah khotbah, yang
menjelaskan bagian yang baru saja dibaca. Khotbah dalam sinagoge di
Yerusalem sangat ketat mengikuti prosedur yang berlaku pada masa itu.
Kebaktian diakhiri dengan pemberian berkat, yang diucapkan oleh
anggota jemaat yang dianggap imam. Bila tidak ada di antara jemaat
yang pantas memberi berkat, sebagai gantinya diucapkan sebuah doa.
Pengaruh kebaktian sinagoge pada bentuk dan tata cara beribadah gereja
pada abad yang pertama sangat jelas terlihat. Yesus sendiri menghadiri
dan turut mengambil bagian dalam kebaktian sinagoge secara teratur.
Dalam perjalanan kerasulannya, Paulus selalu menjadikan sinagoge -
sinagoge Perserakan sebagai tujuan pertamanya setiap kali ia memasuki
suatu kota asing, dan dia mengajar serta bertukar pikiran dengan
orang-orang Yahudi dan umat asing yang berkumpul untuk mendengarkan
dia (Kisah 13:5, 15-43; 14:1; 17:1-3, 10, 17; 18:4, 8; 19:8).
Banyaknya kemiripan di antara prosedur upacara di dalam sinagoge dan
di dalam gereja pada kenyataannya memang karena gereja menyerap atau
mengikuti prosedur sinagoge hingga batas tertentu. Mungkin sebagian
umat Kristen yang pertama tetap menjalankan ibadatnya dalam sinagoge,
bahkan mereka masih mengunjungi Bait Allah misalnya pada "waktu
sembahyang" (Kisah 3:1). Suatu kemungkinan dari kecenderungan ini
tercermin dalam Yakobus 2:1, 2 (meskipun kata Yunani synagoge dapat
diartikan sebagai pertemuan umat Kristen, seperti dalam Ibrani 10:25,
di mana episynagoge pada dasarnya mempunyai arti yang sama). Karena
orang Yahudi tetap menolak Injil Kristus dengan tegas dan kukuh, maka
hubungan sinagoge dan gereja menjadi putus. Dewasa ini keduanya sudah
sama sekali terpisah dan dalam banyak hal saling bertentangan. Namun,
dalam penggunaan Kitab Suci sebagai bacaan dan bahan wejangan serta
khotbah, keduanya masih menunjukkan hubungan yang erat.
|