Nama Kursus : PENGANTAR PERJANJIAN BARU
Nama Pelajaran : Kanon dan Kitab-kitab PB
Kode Pelajaran : PPB-R03b
Referensi PPB-03a diambil dari:
Judul Buku : Latar Belakang Perjanjian Baru III
Pengarang : Dr. Lukas Tjandra
Penerbit : SAAT, Malang, 1999
Halaman : 136 - 147
REFERENSI 03b - KANON DAN KITAB-KITAB PB
PENGENALAN YANG HARUS ADA TENTANG ALKITAB
SEJARAH TERBENTUKNYA PERJANJIAN BARU
Perjanjian Baru ditulis oleh para rasul dengan pimpinan Allah dan
gerakan dari Roh Kudus, kemudian dua puluh tujuh kitab itu diakui oleh
gereja, dan pada abad kedua disebut sebagai Alkitab Perjanjian Baru
atau disingkat menjadi PB.
Ketika Tuhan Yesus hidup di dunia, orang Yahudi sudah mempunyai sebuah
"Kitab", yang pada masa itu sudah diakui sebagai Firman Allah, bahkan
Tuhan Yesus sendiri pun sering mengutipnya, yaitu Alkitab Perjanjian
Lama yang kita pakai sekarang. Adapun Perjanjian Baru yang kita baca
baru terbentuk setelah melewati masa penetapan yang cukup panjang.
Tuhan Yesus Kristus sendiri tidak menulis buku apapun bagi kita.
Berita yang Dia sampaikan saat berkhotbah disebut sebagai Injil, yang
berarti kabar baik atau berita yang membawa berkat, yaitu kabar baik
tentang kasih Allah yang besar, tujuan dan kehendak-Nya atas diri
manusia. Tuhan menyampaikan segala kebenaran secara lisan kepada
murid-murid-Nya, dan menugaskan mereka untuk memberitakannya secara
turun temurun, bersaksi bagi-Nya di mana-mana tempat, baik yang jauh
maupun yang dekat. Sebelum Kristus mati, bangkit dan naik ke sorga,
Dia memberikan perintah kepada murid-muridNya untuk memberitakan Injil
ke seluruh dunia, setelah mereka menerima Roh Kudus, mereka pun pergi
ke segala penjuru untuk memberitakan kabar baik, Allah menyelamatkan
manusia. Sebab itu, diawal perkembangan kekristenan, Kristus dan
murid-murid tidak mempertimbangkan akan meninggalkan karya tulis bagi
kita. Pada awal pemberitaan mereka, ayat-ayat yang mereka kutip untuk
membuktikan ajaran Kristus hanyalah Perjanjian Lama saja, namun
setelah Kristus naik ke sorga, kekristenan menjadi semacam gerakan
yang berkuasa, berkembang dengan amat pesat, dan setelah melalui
jangka waktu yang cukup panjang, karena kebutuhan masing-masing tempat
dan masalah praktis di pelbagai bidang, barulah muncul beberapa
tulisan awal, itulah tahap pertama dari penulisan Perjanjian Baru.
Menulis empat Injil adalah tahap kedua, hal itu kita ketahui dari
pendahuluan Injil Lukas: "Teofilus yang mulia, banyak orang telah
berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh
mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena
itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan saksama dari
asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan
teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu
yang diajarkan kepadamu sungguh benar". (Luk. 1:1-4).
Berdasarkan beberapa ayat itu, dapat diketahui dengan jelas, ada
banyak catatan tentang pelayanan Kristus yang dipaparkan di hadapan
Lukas, dia tidak mengatakan, semua catatan itu tepat adanya, namun
mengisyaratkan bahwa catatan- catatan itu tidaklah lengkap atau tidak
sempurna. Mungkin sekali merupakan catatan tentang riwayat Kristus
yang berbentuk serpihan: dokumen yang satu mungkin mencatat akan
kematian dan kebangkitan Kristus, catatan lain mungkin merupakan
kumpulan dari perumpamaan-perumpamaan-Nya. Tidak peduli bagaimana isi
dari setiap dokumen itu, namun Lukas secara pasti memberitahukan
kepada kita, tatkala dia merencanakan menulis Injil Lukas, dokumen-
dokumen itu sudah ada. Lukas membandingkan dan menyeleksi data-data
itu, disusun dan disatukan, dicocokkan saat berdialog dengan para
saksi mata, yang menyaksikan pelayanan Yesus, saat mengadakan
perjalanan Pekabaran Injil dengan Paulus pun dia pergunakan untuk
mengumpulkan data, supaya bisa memberikan catatan yang tepat bagi
gereja. Semua itu adalah fakta yang dapat kita simpulkan. Dia juga
memberitahu kita, data-data yang dia dapatkan itu akan dia tuliskan
menurut urutannya, maksudnya dia akan menyusun dengan teliti seturut
kronologis waktunya, seturut proporsi yang pas pada masing-masing
topik, untuk menyatakan bahwa tulisannya mempunyai ciri khas yang
seharusnya ada pada tulisan ilmiah dan naskah sejarah. Pendahuluannya
mengingatkan kepada kita, iman orang Kristen adalah iman yang
didirikan di atas fakta sejarah yang kokoh.
Surat Paulus, juga merupakan representatif dari permulaan Perjanjian
Baru. Setelah Paulus mengakhiri perjalanan Pekabaran Injilnya ke Asia
Kecil dan pulang ke Antiokhia, dia mendengar berita tentang iman orang
Kristen yang baru percaya di Galatia mengalami krisis besar (Gal. 1:6;
3:1). Karena dia tidak bisa segera mengunjungi mereka, maka dia merasa
perlu untuk menulis surat menasihati mereka untuk tekun memelihara
iman di dalam Kristus, agar tidak dikalahkan oleh bidat, di bawah
gerakan Roh Kudus dia menuliskan Surat Galatia. Untuk alasan yang
sama, dia juga menulis Surat 1 dan 2Tesalonika, Surat Korintus dan
lain-lain, dengan alasan yang sama rasul Petrus juga menuliskan dua
buah surat.
Pada mulanya, surat-surat seperti itu hanya ditujukan pada satu gereja
atau gereja-gereja di satu wilayah saja, kemudian, ada gereja-gereja
yang menyalin surat-surat itu, diedarkan dan dibaca, namun pekerjaan
menyusun surat-surat dan kitab-kitab Injil baru dilakukan pada akhir
abad pertama. Di akhir zaman rasul- rasul, gereja sudah mulai
mengumpulkan karya tulis dan surat-surat para rasul, dan dikategorikan
setara dengan Perjanjian Lama, sebagai Firman Allah. Di dalam
suratnya, Paulus sendiri jelas-jelas mengatakan bahwa ajarannya
diwahyukan dari Allah (1Kor. 2:7-13; 14:37; 2Tes. 2:13), Yohanes juga
menegaskan hal yang sama (Why. 1:2). "Seorang pekerja patut mendapat
upahnya" kutipan yang Paulus pakai di 1Tim. 5:18 terdapat juga di Mat.
10:10 dan Luk. 10:17. Terlihat di sini bahwa saat itu Injil Matius dan
Injil Lukas sudah ada, dan sudah diterima sebagai bagian dari Alkitab.
2Ptr. 3:15-16, Petrus juga dengan jelas menyetarakan Surat Paulus
dengan kitab-kitab yang lain.
Selain sekelumit data yang bisa kita dapatkan dari Alkitab sendiri,
untuk menyelidiki akan sejarah terbentuknya Perjanjian Baru, kita
perlu menelusurinya dari sejarah yang beraneka ragam. Bahan
penyelidikan yang penting adalah karya tulis bapak gereja mula-mula,
keputusan dan perintah dari konsili gereja, juga bisa mendapatkan
bukti tambahan dari karya tulis sebagian bidat.
Setelah zaman para rasul, sebagian besar tulisan Perjanjian Baru sudah
dipergunakan secara meluas. Clement, yang di Roma, adalah orang
penting dari gereja masa itu. Pada tahun 95 TM, dengan status Uskup,
dia menulis surat ke gereja di Korintus, di dalam suratnya tersebut
dia mengutip ayat-ayat yang terdapat di Matius, Lukas, Roma,
1Korintus, 2Korintus, Ibrani, Efesus, 1Timotius, 1Petrus dan lain-
lain. Uskup pertama di Antiokia, di tahun 110 TM, di tengah perjalanan
sahidnya dari Antiokia ke Roma, pernah menulis tujuh pucuk surat,
dengan mengutip ayat-ayat dari Matius, 1Petrus, 1Yohanes dan sembilan
surat-surat Paulus, bahkan di dalam surat-suratnya itu dia juga
memeteraikan ketiga kitab Injil yang lain. Papias, Uskup Hilapolis di
dalam tulisannya tafsiran kata-kata kudus Yesus dan buku-buku lain
yang menyerang bidat, selain mengutip dari Injil Yohanes, juga
menyinggung tentang sumber dari Injil Matius dan Injil Markus. Di
antara th. 150-166 TM, Justin Martyr, seorang filsuf yang ternama pada
zaman itu, di dalam tulisannya Apologetika Kristen, pernah menyinggung
Kitab Wahyu, Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus, dia juga
menyebutkan bahwa Injil dan Perjanjian Lama, telah mendapatkan status
yang sama di gereja masa itu, bahkan dibacakan secara bergantian di
dalam gereja. Saat itu masih ada Tatian, yang pernah menuliskan
tafsiran empat Injil, menyebutnya sebagai Synoptic Gospel. Terbukti di
sini, bahwa keberadaan empat Injil telah diakui secara umum oleh
gereja.
Setelah zaman para rasul, selain kesaksian-kesaksian para Uskup yang
telah disinggung tadi, ada banyak bidat dan karangan fiktif yang
memakai nama samaran juga bisa dipakai sebagai bukti. Yang dimaksud
dengan karangan fiktif adalah sebagian pengarang yang kira-kira
sezaman dengan Kitab-kitab Perjanjian Baru, termasuk sebagian
Pseudepigrafa, karena zamannya berdekatan, sebab itu memungkinkannya
untuk memalsukan, membingungkan. Pengarang-pengarang seperti itu juga
mengutip ayat Alkitab, hanya saja membengkokkan arti yang terdapat di
dalam ajaran Alkitab dan respons dari tempat-tempat yang mendapat
pengaruh Alkitab. Sebab itu, karangan mereka juga menjadi salah satu
bahan bukti. Karangan yang sezaman itu termasuk Surat Barnabas,
Shepherd of Hermas, II Clement. Karangan- karangan tersebut sangat
dipengaruhi oleh Kitab Injil, Surat Paulus, Wahyu dan lain-lain.
Adapun penggerak bidat pada zaman ini terdapat Simon, Serinthus
Basilides dan lain-lain guru-guru bidat dari aliran Gnostikisme, yang
menyelewengkan ajaran Kristus, tetapi mengutip dari Matius, Lukas,
Yohanes, Roma, 1 Korintus, Kolose dan lain-lain. Selain itu masih ada
Marcion, otak Bidat yang lain, demi mempromosikan ajaran Bidatnya,
maka di tahun 140 TM, berdasarkan opininya sendiri terhadap Yesus dan
Paulus, juga konsep teologi yang diyakininya, dia menyusun sebuah
"Perjanjian Baru". Inilah editor pertama dari Perjanjian Baru.
"Perjanjian Baru" yang disusunnya hanya mencakup Injil Lukas, Surat
Roma, 1 dan 2Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 dan
2Tesalonika, Filemon.
Ringkasnya, zaman ini bisa disebut sebagai masa permulaan dari Kitab
Perjanjian Baru. Gereja, bapa gereja, ajaran bidat, dan karangan
fiktif pada zaman itu merefleksikan bahwa saat itu Perjanjian Baru
telah memberi pengaruh yang cukup mendalam, orang-orang yang mengutip
ayat-ayat Perjanjian Baru juga semakin serius dan semakin tertib.
Di akhir abad ke-2, di antara bapak-bapak gereja, Irenaeus adalah
pemimpin yang menonjol, dia adalah Uskup dari kota Lyon, seumur
hidupnya berjuang dalam memerangi ajaran-ajaran palsu, mendebat ajaran
Bidat. Di antara karangannya, selain Surat Yakobus, 2Petrus, Yudas,
Ibrani, keempat kitab ini, ayat-ayat Perjanjian Baru pernah
dikutipnya. Saat itu, Perjanjian Baru secara garis besar telah
berbentuk, selain beberapa kitab yang masih dipertimbangkan, pada
umumnya telah diakui secara tidak langsung oleh semua gereja. Irenaeus
amat menekankan Alkitab adalah tulisan yang diwahyukan oleh Roh Kudus.
Kira-kira pada tahun 200 TM, waktu Tertullian, pemimpin gereja
Carthage masih hidup di dunia, tulisan asli dari Surat-surat
Perjanjian Baru masih berada, dia menyebut kitab agama Kristen itu
sebagai Perjanjian Baru. Dia pernah mengutip empat Injil, tiga belas
Surat Paulus, 1 Yohanes, 1 Petrus, Yudas, Ibrani. Dia berpendapat,
bahwa Surat Ibrani ditulis oleh Barnabas.
Pada masa yang sama, muncul Fragments of Muratorian, sebuah gulungan
kitab kuno yang baru ditemukan. Pada tahun 1740, Muratorian, sejarawan
Itali, menemukan serpihan dari gulungan kuno, di perpustakaan kota
Milan, Itali Utara, yang ditulis di dalam bahasa Latin, bagian lainnya
mungkin sudah hilang. Gulungan itu dimulai dari Lukas, namun karena
Lukas diberi nomor tiga, dan Yohanes diberi nomor empat, maka
diketahui bahwa nomor satu dan nomor dua adalah Matius dan Markus.
Meskipun bagian awalnya telah hilang, namun gulungan ini mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan Kitab-kitab Perjanjian Baru. Karena
inilah kitab kuno pertama yang memandang Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru itu setara adanya. Di depan Perjanjian Baru terdapat
daftar isi Perjanjian Lama dan secara resmi menerangkan akan perbedaan
Alkitab dengan karangan fiktif. Di antara Kitab-kitab Perjanjian Baru,
yang belum disinggung adalah Ibrani, 1 dan 2Petrus, dan Yakobus, namun
mencakup The Wisdom of Solomon dan Catatan Inspirasinya Petrus.
Setelah menginjak abad ke-3, sebagian besar karangan Perjanjian Baru
telah dipakai oleh gereja-gereja, mayoritas orang di dalam hatinya
telah mengakui sebagian kitab-kitab itu sebagai Kanon Alkitab, selain
tujuh kitab: Yakobus, 2Petrus, 2 dan 3Yohanes, Ibrani, Yudas, Wahyu,
selebihnya sudah tidak ada masalah. Pada masa itu, orang yang paling
berpengaruh terhadap gereja adalah Origen dari Alexandra, karena dia
bukan hanya banyak membaca, pergaulannya luas, juga memberikan
tafsiran terhadap setiap kitab dalam Alkitab, dia telah secara sah
menerima kedua puluh tujuh Kitab Perjanjian Baru yang kita pakai
sekarang, meski masih sedikit meragukan Surat Yakobus, 2 dan 3Yohanes,
2Petrus.
Setelah abad ke-3, memantapkan keputusan Perjanjian Baru sebagai Kanon
Alkitab masih tetap berjalan, hanya kitab-kitab yang dikategorikan
sebagai Kanon Perjanjian Baru sudah semakin mantap. Menurut Tertulian,
orang yang paling berjerih lelah di dalam hal ini adalah para Uskup
dan pemimpin-pemimpin gereja. Nyata bahwa mereka mempunyai pandangan
dan insting rohani: sekalipun banyak orang Kristen beranggapan, hanya
karangan para rasullah yang pantas dikategorikan sebagai Kanon
Perjanjian Baru, namun Kitab Markus dan Lukas yang dikenal oleh umum
sebagai kitab yang bukan ditulis oleh rasul, tidak mereka hapus. Garis
besar dari patokan mereka adalah, kitab yang diterima tidak ada yang
tidak bernilai, kitab yang ditolak tidak ada yang bernilai. Sebuah
kitab tidak bisa diterima sebagai Kanon hanya karena pengarangnya
memakai nama salah seorang rasul, namun perlu ditinjau bernilai atau
tidaknya isi kitab tersebut.
Dari sejarah ringkas itu, kita ketahui, bahwa ada satu masa, di mana
gereja memang belum dapat memutuskan kitab-kitab mana saja yang bisa
diterima sebagai Kanon Perjanjian Baru. Sebab utamanya antara lain:
saat itu, transportasi di dalam kerajaan Romawi yang begitu luas belum
begitu lancar, ditambah lagi penganiayaan-penganiayaan yang dialami
oleh gereja, membuat gereja-gereja tidak mempunyai kesempatan untuk
mengadakan satu kali pertemuan bersama, untuk menetapkan kitab-kitab
mana saja yang terbukti memiliki otoritas rasul, dapat dikategorikan
sebagai Kanon Perjanjian Baru yang sejajar dengan Perjanjian Lama.
Sampai permulaan abad ke-4, pemerintah Romawi masih melancarkan
penganiayaan sebegitu rupa terhadap orang Kristen, sampai-sampai
memusnahkan Alkitab. Eusebius, tokoh sejarah gereja lahir di masa ini.
Dia adalah seorang pengawas di Kaisaria, saat itu, Kaisar Domitian
sedang melangsungkan penganiayaan besar-besaran yang terakhir dan
terekstrim untuk memusnahkan orang Kristen. Demi Kristus, Eusebius
dijebloskan ke dalam penjara. Salah satu tujuan khusus dari
penganiayaan kali ini adalah memusnahkan semua Alkitab orang Kristen.
Kurang lebih ada sepuluh tahun, pemerintah Roma mengutus petugas
khusus untuk menggeledah Alkitab yang dimiliki oleh penduduk, semua
Alkitab yang berhasil ditemukan dibakar di jalan raya, di depan umum.
Pada masa yang mengerikan itu, untuk menyelidiki dan memastikan kitab-
kitab mana saja yang dapat dikategorikan sebagai Kanon memang menuntut
pengorbanan yang amat sangat mahal. Namun saat Kaisar Constantine naik
takhta pada tahun 312 TM, situasinya berubah total: Alkitab boleh
dibaca secara terbuka, maka selain Kaisar sendiri menerima Kristus,
dia bahkan mengesahkan kekristenan sebagai agama negara. Eusebius
sangat dipandang oleh Kaisar Constantine, dan diangkatnya sebagai
penasihat utama di bidang agama dalam kekaisarannya. Setelah
Constantine naik takhta, hal pertama yang dia lakukan adalah
memberikan mandat, di bawah komando Eusebius, mereka harus menyediakan
lima puluh jilid Alkitab untuk lima puluh buah gereja besar yang
berada di Constantinople. Kelima puluh jilid Alkitab itu ditulis di
atas gulungan kulit domba yang paling lembut, begitu besarnya volume
Alkitab itu, sampai membutuhkan dua buah pedati besar kerajaan, untuk
membawanya dari Kaisaria ke Constantinople. Kitab-kitab apa saja yang
terdapat di dalam Kanon Perjanjian Barunya Eusebius? Seluruh Kitab
Perjanjian Baru yang kita gunakan hari ini. Setelah Eusebius melakukan
perjalanan keliling guna meneliti pendapat dari masing-masing gereja,
maka dia membagikan Alkitab Perjanjian Baru menjadi empat kategori,
yaitu:
- Kitab-kitab yang diakui secara umum oleh semua gereja, yang mencakup: empat
Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat Paulus, 1Yohanes, 1Petrus dan Wahyu.
- Kitab-kitab yang masih diragukan oleh sebagian orang, karenanya masih perlu
dipertimbangkan adalah: Yakobus, Yudas, 2Petrus, 2 dan 3Yohanes.
- Kitab-kitab Apokrifa yang bermasalah, termasuk: Acts of Paul, Shepherd of
Hermas, Apocalypse of Peter, Epistle of Barnabas, Teaching of the Twelve
Apostles.
- Kitab-kitab Bidat, yaitu kitab-kitab yang sama sekali ditolak, seperti:
Gospel of Peter, Gospel of Thomas, Act of Andrew, Act of John dan lain-lain.
Dua puluh tujuh kitab yang dia terima dan dimasukkan ke dalam Kanon
Perjanjian Baru, bukan saja sama persis yang kita pakai sekarang, pada
saat yang sama juga membedakannya dari Kitab-kitab Apokrifa dan Kitab-
kitab bidat.
Pada masa yang sama, masih terdapat tidak sedikit tokoh-tokoh penting
yang memberikan sumbangsihnya pada penetapan Kanon Perjanjian Baru,
kami hanya akan mengutarakan secara singkat akan beberapa orang di
antara mereka. Athanathius, Uskup Aleksandria yang amat dikenal
sebagai laskar kebenaran itu, adalah leluhur dari Apologis yang
ortodoks, seumur hidupnya berperang habis-habisan melawan bidat. Tahun
367 TM, adalah hari Paskah yang ke-39 di dalam jabatan keuskupannya,
di dalam wejangan Paskahnya, Athanathius selain memberi nasihat kepada
jemaat, juga memberi pengajaran yang diambil dari satu perikop
Alkitab, maksudnya adalah untuk mengingatkan kepada jemaat masa itu,
untuk tidak membaca buku-buku yang mengaburkan, agar jangan disesatkan
oleh ajaran bidat, demi keamanan jemaat, dia menyusun daftar
Perjanjian Baru yang dibubuhi dengan penjelasan. Daftar tersebut sama
persis dengan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang kita
pakai sekarang. Kedua puluh tujuh Kitab Perjanjian Baru sudah
disejajarkan, tidak lagi dipisahkan menjadi beberapa kategori.
Kemudian lanjutnya, "Alkitab adalah sumber keselamatan. Barangsiapa
merasa dahaga dapat melepaskan dahaganya dengan firman yang terdapat
di dalam kitab ini. Hanya kitab-kitab inilah yang mengajarkan firman
saleh". Jerome adalah sarjana Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang
terpenting di masa ini, seumur hidupnya tidak terlepas dari pena.
Alkitab Perjanjian Baru berbahasa Latin, yang dipakai di gereja-gereja
Roma adalah karya terjemahannya, isinya sama persis dengan kedua puluh
tujuh kitab yang kita pakai sekarang. Augustine, Uskup Carthage,
teolog ternama pada zaman itu, juga menerima kedua puluh tujuh Kitab
Perjanjian Baru. The Council of Carthage yang diselenggarakan pada
tahun 397 TM dipimpin olehnya. Salah satu keputusan Konsili itu adalah
mengenai Kanon Perjanjian Baru. Setelah direstui dan ditetapkan secara
resmi di dalam Konsili itu: menerima sepenuhnya akan kedua puluh tujuh
Kitab Perjanjian Baru yang kita pakai sekarang, dengan tidak dibeda-
bedakan kategorinya. Inilah ketetapan resmi yang diambil dalam Konsili
organisasi gereja mengenai Kanon Perjanjian Baru.
Pada awal abad ke-4, masa di mana kekristenan mulai menggunakan bentuk
sidang raya untuk mengatur segala urusan yang menyangkut pengelolaan
gereja, maka tidak sedikit pertemuan-pertemuan selanjutnya yang
berkaitan erat dengan Kanon Perjanjian Baru, seperti Council of
Ephesus, Council of Constantinople, Council of Nicaea dan lain-lain.
Namun setelah The Council of Carthage yang diselenggarakan pada tahun
397, gereja-gereja juga sidang raya telah sepakat menerima kedua puluh
tujuh Kitab Perjanjian Baru adalah sejajar dengan Perjanjian Lama,
sebagai Alkitab yang diwahyukan oleh Allah, yang dijadikan dasar iman
dan standar hidup dari seluruh jemaat.
Setelah lebih dari seribu tahun dirongrong oleh banyak raja-raja,
ajaran-ajaran bidat dan sebagainya, diserang, dipecah belah, diadili
dengan Lower Criticism dan Higher Criticism yang dilancarkan oleh
filsuf-filsuf modern, pemikir-pemikir, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh
sejarah, Alkitab tetap tidak bergeming, tetap sebagai dasar iman
gerejani dan makanan rohani setiap hari bagi jemaat.
Akhirnya, butir yang harus ditegaskan adalah, setiap Kitab Perjanjian
Baru, otoritas dan posisi yang dimiliki hari ini, bukannya baru timbul
setelah diakui secara resmi sebagai Kanon Alkitab, namun sebaliknya,
justru karena gereja menemukan kitab-kitab itu sendiri mempunyai
otoritas, sehingga mereka sepakat mengakui kitab-kitab itu memang
diwahyukan oleh Allah, dan dimasukkannyalah sebagai Kanon Alkitab.
|