Nama Kursus : PENGANTAR PERJANJIAN BARU
Nama Pelajaran : Kitab-kitab Injil dan Kehidupan Tuhan Yesus
Kode Pelajaran : PPB-R04b
Referensi PPB-04b diambil dari:
Judul Buku : Memahami Perjanjian Baru
Pengarang : John Drane
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996
Halaman : 191 - 196
REFERENSI 04b - KITAB-KITAB INJIL DAN KEHIDUPAN TUHAN YESUS
PENYUSUNAN INJIL-INJIL SINOPTIK
Injil Matius, Markus dan Lukas disebut "Injil-injil Sinoptik" sebab
ada banyak persamaan di antaranya; cara para penulis menyusun
logia menjadi kitab Injil merupakan inti "masalah sinoptik".
Kitab-kitab Injil ini pada hakikatnya merupakan tiga edisi yang
berbeda dari bahan dasar yang sama. Banyak dari persamaannya dapat
dijelaskan dengan dugaan para penulis mungkin telah memakai
kumpulan-kumpulan ucapan yang sama dan sedang beredar di antara berbagai
kelompok orang Kristen. Tetapi persamaan-persamaannya lebih rumit dari
itu, sebab ada banyak tempat di mana ketiga kitab Injil itu memakai
bahasa, kosa kata dan susunan tata bahasa yang tepat sama, sehingga
kebanyakan ahli yakin mereka memakai sumber-sumber tertulis yang sama
pula.
Ada dua teori utama yang menjelaskan persamaan-persamaan ini. Yang
pertama menganggap Injil Matius ditulis lebih dahulu, sedangkan yang
kedua menganggap Injil Markuslah sebagai kitab Injil yang pertama.
a. Injil Matius ditulis lebih dahulu?
Pada abad ke-4 M, Agustinus berpendapat bahwa Matius ditulis lebih
dahulu, kemudian Markus membuat sebuah ringkasan daripadanya. Akhirnya
Lukas menulis kitab Injilnya berdasarkan Matius dan Markus. Hingga
awal abad ke-20, itulah pandangan yang dipegang secara luas. Tentu
terdapat variasi-variasi dari pandangan tersebut. Salah satu di
antaranya - "hipotesa Griesbach" (yang dikemukakan oleh seorang ahli
Jerman bernama J. J. Griesbach, 1745 - 1812) - yang akhir-akhir ini
telah menjadi pusat perhatian para ahli kontemporer. Griesbach setuju
dengan Agustinus bahwa Matius merupakan kitab Injil pertama yang
ditulis, tetapi ia beranggapan bahwa yang berikutnya adalah Lukas.
Kemudian Markus memakai Matius dan Lukas sebagai dasar karyanya.
Ada beberapa masalah dengan pandangan ini.
Mengapakah seseorang mau meringkaskan Matius dan Lukas sehingga
membuat sebuah kitab Injil seperti Markus? Dibandingkan dengan kedua
kitab Injil yang lebih panjang, Injil Markus yang pendek itu tidak
dapat dianggap komprehensif. Kelahiran Yesus dan masa kanak-kanak-Nya
tidak disebut, hanya ada sedikit saja tentang ajaran-Nya yang paling
distinktif, dan cerita tentang kebangkitan sangat singkat. Memang para
penulis kitab Injil memilih bahan-bahan mereka sesuai dengan perhatian
dan kebutuhan pembaca mereka, jadi pada prinsipnya bisa saja Markus
menghasilkan suatu bentuk ringkas dari Injil Matius dan Lukas. Tetapi
melihat justru unsur-unsur yang sangat sentral tidak disinggung atau
hanya sepintas lalu disinggung oleh Markus, hampir mustahil
membayangkan suatu kelompok Kristen akan merasa puas dengan cerita
Markus tentang Yesus jika mereka sudah memiliki Injil Matius dan
Lukas. Orang-orang Kristen dulu cenderung mengutamakan Matius dan
Lukas oleh karena alasan-alasan tersebut. Kalau Markus ditulis
terakhir, dengan pengetahuan penuh tentang adanya dua kitab Injil
lain, sulit sekali menjelaskan mengapa kitab Injil tersebut ditulis.
Sebagian besar ragam bahasa yang dipakai Markus seakan-akan
menunjuk pada suatu kesimpulan yang sama. Kalau Markus telah memakai
cerita-cerita Matius dan Lukas dengan bahasa mereka yang halus,
mengapakah ia begitu sering menulis dalam bahasa Yunani yang secara
praktis tidak dapat dimengerti? Perumpamaan tentang biji sesawi
merupakan contoh yang baik di sini (Mrk. 4:30-32; Luk. 13:18-19; Mat.
13:31-32). Baik Matius maupun Lukas memakai ungkapan-ungkapan yang
bagus, yang serupa satu sama lain. Tetapi sebaliknya Markus memakai
kalimat bahasa Yunani yang ruwet tanpa kata kerja di dalamnya, yang
tidak memberikan arti yang lengkap. Kalau ia menyalin dari Matius atau
Lukas, maka kelihatannya ia benar-benar berusaha mengelak memakai
kata-kata mereka - dan sulit sekali menemukan alasan yang baik untuk
itu!
Hampir sama sulitnya untuk percaya bahwa Lukas telah membaca
dan memakai Injil Matius. Kalau ia memang memakainya, maka ia
menerapkan
prosedur kesusasteraan yang agak aneh. Injil Matius mengandung salah
satu karya agung terbesar dalam kitab-kitab Injil, yakni Khotbah di
Bukit. Kalau Lukas memiliki Injil Matius sewaktu ia menulis,
mengapakah ia memecah-mecahkannya dengan memakai sebagian di dalam
tulisannya sendiri, Khotbah di Dataran, dan sisanya disebarkan dalam
bagian-bagian kecil di seluruh kitab Injilnya?
b. Injil Markus ditulis lebih dahulu?
Ada banyak contoh lain tentang masalah yang sama di tempat-tempat
lain dalam ketiga Injil Sinoptik. Itu sebabnya kebanyakan ahli modern
lebih menyukai suatu penjelasan yang agak berbeda tentang hubungan
kitab-kitab tersebut satu sama lain.
Penjelasan yang lebih banyak diterima tentang persamaan antara
Injil-injil Sinoptik adalah Matius dan Lukas memakai dua dokumen
sumber
sewaktu menyusun karangannya tentang kehidupan dan pengajaran Yesus.
Inilah sumber-sumber yang kita kenal sekarang sebagai Injil Markus dan
suatu dokumen hipotetis yang disebut "Q". Dapat dipastikan sedikitnya
Lukas memakai berbagai sumber dalam menyusun Injilnya, sebab ia secara
eksplisit mengatakan bahwa ia telah menyelidiki hasil pekerjaan
orang-orang lain, serta memilih bagian-bagian dari tulisan mereka yang
cocok dengan tujuan tulisannya sendiri. Melihat hubungan sastra yang
dekat dengan Markus dan Lukas, kelihatannya pasti bahwa penulis Injil
Matius memakai metode yang sama dalam karyanya.
Di dalam mencapai kesimpulan bahwa Matius dan Lukas memakai Injil
Markus, para ahli Perjanjian Baru telah menganalisis teks ketiga Injil
Sinoptik dengan memakai sedikitnya lima kriteria yang berbeda.
Pemakaian kata-kata
Suatu cara sederhana untuk menentukan hubungan sastra teks-teks
yang berbeda adalah dengan membandingkan kata-kata yang dipakai dalam
teks-teks tersebut. Lebih dari setengah kosakata yang dipakai Markus
terdapat dalam Matius dan Lukas, dan keduanya mempunyai bagian-bagian
yang sama tepat, yang tidak terdapat dalam Injil Markus. Jadi
kelihatannya ada suatu sumber yang diketahui oleh mereka semua, dan
suatu sumber lainnya yang hanya dipakai oleh Matius dan Lukas.
Urutan
Jikalau urutan peristiwa dalam suatu cerita yang terdapat dalam lebih
dari satu kitab Injil juga sesuai dengan bagian-bagian yang mempunyai
kata-kata yang sama, kita dapat maju selangkah dengan berasumsi adanya
sumber yang sama, yang urutan maupun kata-katanya telah direkam oleh
ketiga penulis. Dan memang ada banyak bukti tentang hal ini. Matius,
Markus dan Lukas mengikuti urutan peristiwa yang sama dalam garis
besarnya. Mereka mulai dengan pelayanan Yohanes Pembaptis, kemudian
melanjutkannya dengan kisah baptisan dan cobaan Yesus. Setelah itu
diceritakan tentang pelayanan yang meliputi pembuatan mujizat dan
pengajaran di Galilea, yang mulai membangkitkan pertentangan dari para
pemimpin Yahudi. Lalu Yesus mengadakan perjalanan ke wilayah utara
untuk memberikan pengajaran khusus bagi murid-murid-Nya. Akhirnya
mereka pergi ke Yerusalem, dan bagian akhir kitab-kitab Injil
memberitakan tentang hari-hari terakhir Yesus, pengadilan-Nya,
penyaliban, dan kebangkitan-Nya.
Di dalam kerangka umum ini, peristiwa-peristiwa khusus sering
disampaikan dalam urutan yang sama.
Ciri-ciri Injil Sinoptik ini dapat diterangkan sebaik-baiknya
bila kita beranggapan Matius dan Lukas memakai Markus, dan bukan
sebaliknya. Sebab sesuatu yang mencolok ialah bila Matius menyimpang
dari urutan Markus, Lukas tetap mengikuti urutan Markus tersebut;
kalau Lukas menyimpang dari urutan Markus, Matius tetap mengikuti
Markus. Hanya ada satu peristiwa yang oleh keduanya ditempatkan
berlainan dari Markus, yaitu penetapan keduabelas murid (Mrk. 3:13-
19; Mat. 10:1-4; Luk. 6:12-16). Kadang-kadang Matius atau Lukas
meninggalkan pola cerita Markus untuk menambah sesuatu yang baru,
tetapi setelah penambahan tersebut, biasanya mereka kembali lagi
mengikuti urutan Markus. Ini merupakan salah satu argumen terkuat yang
mendukung anggapan bahwa Matius dan Lukas memakai Markus, dan tidak sebaliknya.
Isi
Analisis isi cerita juga mengungkapkan pemakaian sumber-sumber
yang berlainan. Jika seorang penulis mencatat cerita yang sama dengan
kata-kata dan urutan yang sama dengan seorang penulis yang lain, maka
kita dapat menyimpulkan keduanya memakai sumber yang sama, atau salah
satu telah mengutip dari yang lainnya. Itulah yang terjadi dalam
Injil-injil Sinoptik; dari 661 ayat dalam Markus, 606 ayat ditemukan
dalam Matius dalam bentuk yang hampir sama, dan kira-kira
setengahnya terdapat juga dalam Lukas.
Gaya bahasa
Ini suatu kriteria yang sangat sulit dipakai secara memuaskan.
Gaya bahasa seorang penulis dapat bergantung pada begitu banyak hal:
situasi di mana ia menulis, kelompok pembaca yang hendak dicapai,
apakah ia memakai seorang sekretaris atau tidak, dan sebagainya.
Jelas ada perbedaan gaya bahasa yang nyata antara Markus dan
kedua Injil sinoptik lainnya, dan secara keseluruhan Injil Markus
ditulis dengan bahasa Yunani yang lebih rendah mutunya. Umpamanya, ia
sering melukiskan suatu peristiwa dengan memakai kata kerja bentuk
masa kini walau hal-hal tersebut terjadi di masa lampau, sedangkan
Matius dan Lukas selalu memakai kata kerja bentuk waktu lampau, yang
tentunya lebih tepat. Ini merupakan salah satu argumen yang lemah,
sebab hal itu didasarkan atas asumsi para penulis memakai sumber-sumber
tersebut dengan cara yang agak kaku, hanya dengan menyalin kata
demi kata dari naskah yang ada di hadapan mereka. Tetapi tidak banyak
penulis yang mengikuti suatu sumber begitu dekatnya sehingga gaya
bahasa sumber tersebut mengaburkan gaya bahasa mereka sendiri. Jika
Markus agak lemah dalam penguasaan bahasa Yunani, maka tata bahasanya
pun akan lemah, sekalipun dia hanya menyalin dari sumber tertentu.
Kita mempunyai dasar lebih kuat kalau kita mengamati bahwa Markus
mencatat delapan ucapan Yesus dalam bahasa Aram. Lukas sama sekali
tidak mengikutinya, sedangkan hanya ada satu contoh dalam Injil
Matius. Lebih mungkin Matius dan Lukas menghilangkan ucapan-ucapan
bahasa Aram tersebut, ketimbang Markus yang secara sengaja menambahkan
ucapan-ucapan bahasa Aram dalam Injilnya.
Gagasan dan teologi
Jika dapat ditunjukkan salah satu cerita kitab Injil mengandung
teologi yang lebih berkembang daripada kitab Injil lainnya, maka
kita dapat menganggap kitab tersebut ditulis belakangan.
Kelihatannya ini pengujian yang sederhana, namun tidaklah mudah
menerapkannya dalam praktek. Sering sulit memastikan apa yang
kelihatan sebagai suatu perbedaan dalam. sikap, memang benar-benar
merupakan perbedaan. Lagi pula siapa yang akan menentukan "teologi
apa yang berkembang" itu, dan bagaimana kita dapat yakin teologi
tersebut berkembang belakangan ketimbang suatu pandangan "primitif"?
Jika kita ingat teologi yang sangat berkembang dari Paulus sudah ada
pada waktu kitab-kitab Injil ditulis, maka kita dapat melihat bahwa
definisi mengenai perbedaan-perbedaan seperti itu, dan hubungan
kronologisnya satu sama lain, merupakan suatu hal yang sangat
subjektif.
Tentu ada sejumlah penekanan yang berbeda dalam kitab-kitab Injil,
tetapi sulit mengetahui dengan pasti pengaruhnya terhadap penyusunan
kitab-kitab Injil. Misalnya, Matius dan Lukas tampaknya telah
mengubah atau menghilangkan pernyataan tertentu dalam Injil Markus
yang dianggap kurang menghormati Yesus. Pernyataan Markus yang
blak-blakan bahwa di Nazaret Yesus "tidak dapat mengadakan satu
mujizat pun" (Mrk. 6:5), dalam Matius berbunyi, "tidak banyak mujizat
diadakan-Nya di situ" (Mat. 13:58), dan Lukas menghilangkannya sama
sekali. Begitu juga pertanyaan Yesus dalam Markus, "Mengapa
kau katakan Aku baik?" (Mrk. 10:18) muncul dalam Matius sebagai,
"Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik?"
(Mat. 19:17). Tidak semua kriteria di atas sama pentingnya. Ada
kesulitan menentukan nilai dari sedikitnya dua di antaranya. Tetapi
jika ditinjau bersama, hasil kumulatif dari keterangan yang ada
paling mudah dijelaskan jika kita menganggap Matius dan Lukas
memakai cerita Markus, dan Matius bukan kitab Injil asli yang
diringkaskan oleh Markus dan sumber yang dipakai Lukas untuk
kutipan-kutipan selektif.
|