Nama Kursus | : | Pengantar Perjanjian Lama |
Nama Pelajaran | : | Hubungan PL dan PB |
Kode Pelajaran | : | PPL-R06a |
Referensi PPL-R06a diambil dari:
Judul Buku | : | SURVEI PERJANJIAN LAMA |
Judul Artikel | : | Menuju Perjanjian Baru |
Penulis/Editor | : | Andrew E. Hill & John H. Walton |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 1998 |
Halaman | : | 713 - 719 |
MENUJU PERJANJIAN BARU
Perjanjian Lama Di Dalam Perjanjian Baru
Kitab Suci gereja Kristen terdiri dari dua Perjanjian, tetapi keduanya merupakan satu Alkitab. Perjanjian Lama, atau Wasiat Lama tetap merupakan bagian yang penting dari Alkitab Kristen karena kedua perjanjian itu membentuk satu catatan dari wahyu penebusan yang progresif dari Allah kepada umat manusia. Janji dari perjanjian yang "terdahulu" digenapi dalam apa yang oleh penulis Surat Ibrani disebut sebagai perjanjian yang "lebih mulia" (Ibrani 8:6). Menelaah setiap perjanjian ini secara terpisah, bukan saja akan membawa kepada gambaran yang tidak seimbang dan tidak lengkap mengenai penyataan diri Allah dan tujuan-Nya untuk ciptaan ini, tetapi juga merampas kekuatan serta kewibawaan penuh Firman Allah sebagai kebenaran yang bernapaskan Allah dan memutarbalikkan amanat yang menyatu dan unik mengenai "sejarah keselamatan".
Rasul Paulus mengatakan bahwa bayi Kristus dilahirkan pada saat yang tepat dalam sejarah manusia (Galatia 4:4). Allah, Sang Pembuat Sejarah, mengatur lingkungan yang terbaik dari segi sejarah, budaya, politik, dan teologi untuk kelahiran Yesus Kristus dan gereja-Nya (bdg., Yesaya. 14:24-27; Daniel 2:20-23). Ini menjadikan Perjanjian Lama suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari "sejarah persiapan" Allah untuk kedatangan Mesias.
Para penulis Perjanjian Baru dengan jelas memahami pentingnya kesinambungan antara kedua perjanjian ini karena Perjanjian Lama Ibrani adalah Alkitab bagi jemaat yang mula-mula. Perjanjian Lama adalah sumber untuk berkhotbah (bdg. Kisah Para Rasul 2:14-36 dan 3: 12-26) dan pembacaan di hadapan umum pada zaman para rasul (I Timotius 4:13). Apologetik dari gereja mula-mula pada dasarnya membela Yesus sebagai Sang Kristus dengan mengacu kepada fakta bahwa Dialah penggenapan nubuat Perjanjian Lama (misalnya, Kisah Para Rasul 4:5-12; 7:2-53; bdg. Matius 11:2-6, suatu metode yang digunakan oleh Yesus sendiri).
Akhirnya, Perjanjian Baru menggunakan Perjanjian Lama secara luas dalam bentuk kutipan langsung dan dalam bentuk alusi yang tidak langsung. Sebenarnya, berdasarkan perhitungan yang cermat, diperkirakan sekitar 32 persen -hampir sepertiga- dari Perjanjian Baru terdiri atas kutipan dan alusi dari Perjanjian Lama. Analisis dari kutipan alusi Perjanjian lama ini menghasilkan beberapa tema utama dan menunjukkan kepada kita bagaimana murid-murid Kristus pada umumnya memahami pernyataan-Nya mengenai "kehadiran"-Nya dalam Kitab Taurat, Nabi-nabi, dan Mazmur (bdg., Lukas 24:44).
Tema dan tekanan dari ayat-ayat rujukan Perjanjian Baru pada Perjanjian Lama ini dapat dikelompokkan di bawah tiga judul utama: ayat-ayat yang berhubungan dengan Allah Yang Mahakuasa, yang berhubungan dengan Yesus sebagai Kristus, dan yang berhubungan dengan umat manusia.
Para penulis Perjanjian Baru menitikberatkan beberapa aspek penting dari sifat dan watak Allah sebagaimana itu digambarkan dalam Perjanjian Lama, termasuk Raja yang berkuasa atas ciptaan dan bangsabangsa (misalnya, Wahyu. 4:2 dan seterusnya), Allah yang mengadakan banyak perbuatan yang dahsyat dan yang merupakan sumber kuasa (misalnya, Kisah Para Rasul 26:8), dan Allah yang berkemurahan dalam menyatakan kasih setia-Nya tanpa membeda-bedakan orang (Kisah Para Rasul 10:34). Tema-tema ini sudah pasti sangat penting bagi gereja Kristen yang mula-mula, mengingat orang Romawi memerintah dengan tangan besi dalam kerajaan yang luas itu.
Yesus Kristus dilambangkan dalam Perjanjian Lama dan diakui dalam Perjanjian Baru sebagai Tuhan dan Raja (Kolose 1:15-20). Sebagai Anak Daud (misalnya, Matius 9:27), sebagai Anak Allah (misalnya, Matius 3:17), sebagai hamba dan penyelamat yang menderita (misalnya, Matius 16:21) yang diumumkan oleh utusan Allah (misalnya, Lukas 3:1-17), sebagai Anak domba Allah yang darah perjanjian-Nya membeli penebusan untuk umat manusia (misalnya, Matius 26:28), dan sebagai nabi yang lebih tinggi daripada Musa dan sebagai imam besar yang lebih tinggi dari Melkisedek (misalnya, Ibrani 3:1-6; 7:15-28). Tema-tema Kristologis ini merupakan amanat dasar keselamatan di dalam Kristus Yesus sebagai Anak Allah yang diberitakan kepada orang bukan Yahudi. Tema-tema tersebut membentuk apologetik utama dari gereja mula-mula yang memperlihatkan Yesus dari Nazaret sebagai Mesias kepada orang Yahudi.
Perjanjian Baru mengenali beberapa bidang kesinambungan dengan Perjanjian Lama sehubungan dengan kebutuhan dan tujuan akhir umat manusia, termasuk masa penderitaan dan kesukaran yang akan datang sebagai hukuman atas dosa (misalnya, Mat. 24:15-28), perlunya kelepasan dan penebusan melalui darah perjanjian yang lebih baik dari darah korban persembahan kambing dan lembu (misalnya, Ibrani 9:2310:18), prioritas iman untuk berhubungan dengan Allah (Ibrani 11:6), perlunya kekudusan (misalnya, I Petrus 1:16), dan tuntutan-tuntutan ketaatan pada ketetapan-ketetapan Allah, yang memberikan "kehidupan" kepada orang percaya (misalnya, Ibrani 5:9). Tekanan-tekanan ini terbukti sangat mendasar bagi aspek-aspek pokok teologi Perjanjian Baru, seperti eskatologi (doktrin mengenai perkara-perkara akhir), soteriologi (doktrin mengenai keselamatan, dan pengudusan hal mengejar kekudusan oleh orang percaya).
Menghubungkan Kedua Perjanjian
Model yang kedua untuk menghubungkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah tema perjanjian, pengertian Perjanjian Lama tentang iman. Elmer A. Martens mengenali empat tujuan dasar atau rencana Yahweh untuk Israel, termasuk keselamatan atau kelepasan, komunitas (umat) perjanjian, pengenalan akan Allah, dan negeri perjanjian yang dijanjikan. Rencana-rencana ini tidak hanya menangkap tema utama penyataan Perjanjian Lama, tetapi juga mengantisipasi pribadi dan karya Mesias dalam Perjanjian Baru. Jadi, rencana-rencana ini merupakan kerangka yang dengannya tema-tema penting dari teologi Perjanjian Lama dapat dipindahkan dan dikembangkan dalam Perjanjian Baru.
Rencana Allah untuk keselamatan dalam Perjanjian Lama menuntut komitmen iman pada Allah Yang Mahakuasa melalui tindakan ketaatan pada Firman-Nya (misalnya, perjalanan Abraham ke Kanaan dan pengorbanan Ishak, bdg. Ibrani 11:8-22). Kelepasan dilaksanakan melalui berbagai perbuatan besar yang dilakukan Yahweh untuk Israel umat-Nya (misalnya, peristiwa keluaran dari Mesir, Keluaran 12-13), sementara penyembahan kepada Yahweh ditetapkan atas dasar prinsip korban penggantian karena dosa (bdg, Imamat 1-7). Demikian pula, Yesus menghendaki adanya satu komitmen iman yang ditunjukkan melalui tindakan ketaatan (misalnya, panggilan yang radikal untuk menjadi murid dalam Lukas 14:25-33), dan melalui korban pendamaian ketika la mempersembahkan diri-Nya sebagai pengganti kita maka la mengalahkan musuh yang terakhir -yaitu kematian sendiri (bdg., I Korintus 15:20-28, 51-58).
Rancangan Allah untuk suatu hubungan yang baru dengan umat manusia dilakukan melalui formula perjanjian (misalnya, Keluaran 20-24), menekankan undang-undang kekudusan (misalnya, 20:20), dan ditentukan oleh janji berkat dan ancaman kutuk (misalnya, Imamat 26). Demikian pula, Perjanjian Baru merupakan suatu hubungan perjanjian yang baru dengan Allah (yaitu, "sahabat" Allah, Yohanes 15:14-15, dan "ahli waris" bersama Kristus, Efesus 3:6) dan menimbulkan satu masyarakat baru di mana "semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama" (Kisah Para Rasul 2:44; bdg. ay. 42-47). Perjanjian Baru ini juga disahkan melalui formula perjanjian (bdg. Lukas 22:7-30) dan ditentukan oleh janji berkat dan ancaman kutuk (bdg. I Petrus 2:4-10), tetapi Perjanjian Baru ini melaksanakan kekudusan melalui kuasa dinamis dari Roh Kudus (bdg., Roma 7:7-8:17).
Rancangan Yahweh untuk suatu hubungan baru dengan manusia didasarkan pada pengenalan akan Allah (Hosea 6:3). Bagi umat Ibrani pengenalan ini tersingkap dalam penyataan firman yang disampaikan oleh hamba-hamba Yahweh (misalnya, Yesaya 6:8-13), perbuatan-perbuatan ilahi dalam "sejarah keselamatan" (misalnya, Keluaran 14:30-3 1), berbagai jabatan yang ditetapkan secara ilahi seperti nabi, imam, raja, hakim, dan orang bijaksana (bdg. Yeremia 18:18), dan sistem kurban persembahan dari agama Ibrani (bdg., Imamat 1-7).
Pengenalan akan Allah ini merupakan perhatian utama dari Perjanjian Baru juga (bdg. Yohanes 17:3; Filipi 3:10). Yesus Kristus datang untuk menyatakan atau memperkenalkan Sang Bapa (Yohanes 1:18), dan mengutus gereja untuk memberitakan firman Allah dengan sepenuhnya kepada semua orang (tidak hanya umat Ibrani, Kolose 1:25). Di bagian lain Paulus melukiskan Kristus Yesus sebagai hikmat, kebenaran, pengudusan, dan penebusan orang percaya (I Korintus 1:30) dan menegaskan karunia-karunia "jabatan" yaitu rasul, nabi, pemberita Injil, dan pengajar gembala agar dengan demikian semua bisa mencapai kesatuan iman dan pengetahuan akan anak Allah (Efesus 4:11-13).
4. Rancangan Allah untuk Israel meliputi negeri perjanjian sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang Ibrani (Kejadian 12:1-3). "Negeri perjanjian" adalah karunia dari Allah yang pengasih serta pemurah dan pahalu atas ketaatan terhadap ketetapan-ketetapan perjanjian Yahweh (Ulangan 30:11-31:8). Kehadiran orang Ibrani di tanah Kanaan mengingatkan kita akan kesetiaan Allah pada janji-janji perjanjian-Nya kepada para leluhur (bdg. Mazmur 106:45-46; 111:4-6).
Yang lebih penting, negeri itu melambangkan satu cara hidup yang meliputi kediaman Allah di tengah-tengah umat-Nya dan pemulihan ketertiban dan keseimbangan dalam alam, hubungan antar manusia (baik di dalam lingkungan masyarakat Israel dan diperluas kepada "orang-orang asing" dan orang-orang yang secara sosial kurang beruntung, peker jaan dan ibadah, ruang dan waktu, dan harta milik materiil (bdg., Keluaran 25:8; Imamat 18-27).
Perjanjian Baru juga berfokus pada Allah yang tinggal bersama umat-Nya, pertama-tama melalui Roh Kudus yang tinggal di hati kita (bdg., I Korintus 3:16-17; 6:19-20) dan pada akhirnya dengan takhta Allah sendiri yang didirikan di antara umat manusia (Wahyu 21:1-4). Demikian juga, pelayanan penebusan Yesus Kristus memulai suatu tatanan baru dari perilaku yang benar di dalam dunia (bdg., Matius 5-7) yang pada akhirnya membuka jalan bagi penciptaan kembali langit dan bumi yang lengkap dan sempurna di mana "segala sesuatu yang lama itu telah berlalu" dan "Aku menjadikan segala sesuatu baru!" (Wahyu 21:4-5).
Perjanjian Baru diawali dengan tanggapan penuh sukacita terhadap penggenapan berbagai pengharapan nubuat yang sudah lama dinanti-nantikan yang dilakukan oleh Allah. Mesias dari Allah dan keselamatan Israel sudah tiba di dalam pribadi Yesus, anak Maria (Lukas 2). Jadwal untuk Perjanjian Baru Tuhan dengan Israel sebagaimana dinubuatkan oleh Yeremia pada akhirnya menjadi kenyataan (bdg., Yeremia 31:30-33). Ya, "janji" dari Perjanjian Lama telah digantikan oleh "penggenapan" dalam Perjanjian Baru ini, yang dimulai oleh Yesus Kristus, tetapi seperti halnya Israel, gereja Kristus diminta untuk menanti - bahkan berdoa dengan tekun- untuk kedatangan-Nya yang kedua kali dalam kemenangan (bdg., I Tesalonika 1:9-10; Titus 2:11-14; Wahyu 22:20).
Selama periode yang untuk sementara menimbulkan ketegangan antara yang "sekarang dan yang akan datang," gereja Yesus Kristus mengantisipasi penyempurnaan keselamatannya (bdg. Matius 24:13; I Tesalonika 3:1213;5:23), hubungan yang dipulihkan sepenuhnya dan sempurna dengan Allah melalui Kristus (bdg., Filipi 3:17-21; Wahyu 19:1-10; 21:1-8), pengenalan sempurna akan Allah di dalam Kristus (bdg., I Korintus 13:8-13), dan berkat serta perhentian dari ciptaan baru dan kota surgawi (bdg. Wahyu 21:9-22:5). |