Nama Kursus : KEHIDUPAN RASUL PAULUS
Nama Pelajaran : Perjalanan Misi Paulus Kedua
Kode Pelajaran : KRP-R03b
Referensi KRP-03b diambil dari:
Judul Buku : MEMAHAMI PERJANJIAN BARU
Pengarang : John Drane
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996
Halaman : 344 - 345
REFERENSI 03b - PELAYANAN MISI PAULUS KEDUA
STUDI KHUSUS 21: STRATEGI PAULUS DALAM PEKABARAN INJIL
Mungkin Pauluslah misionaris Kristen yang paling berhasil sepanjang
zaman. Dalam kurun waktu kurang dari satu generasi, ia mengadakan
perjalanan ke seluruh wilayah dunia Laut Tengah, dan mendirikan
jemaat-jemaat Kristen yang berkembang serta aktif ke mana pun ia
pergi.
Apa rahasianya? Tentunya Paulus sadar bahwa ia hanya seorang pembawa
berita, dan kuasa Roh Kudus sematalah yang membawa perubahan dalam
kehidupan orang yang ditemuinya. Sewaktu mengingat segala penderitaan
yang dialaminya, ia menggambarkan dirinya sebagai "bejana tanah liat",
hanya tempat penampung sementara dari kuasa Allah sendiri (2Korintus
4:7).
Tetapi Paulus juga seorang ahli strategi yang ulung. Rutenya tidak
pernah sembarangan, dan cara-cara komunikasinya didasarkan atas
pengertian yang luas tentang proses orang berpikir dan mengambil
keputusan.
Paulus merupakan seorang penginjil penjelajah, tetapi ia sendiri tidak
pernah mengunjungi suatu daerah terpencil! Ia dapat saja menghabiskan
waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun di dalam melintasi wilayah
yang belum dipetakan, atau menempuh jalan-jalan pedesaan menuju
daerah-daerah terpencil. Tetapi ia tidak melakukan hal-hal itu.
Sebaliknya, ia memanfaatkan jalan-jalan raya utama yang dibangun
orang-orang Roma di seluruh wilayah kekaisaran mereka. Digabung dengan
rute-rute pelayaran utama, jalan-jalan tersebut menghubungkan semua
pusat kependudukan utama, dan tempat-tempat seperti itulah yang
dikunjungi Paulus. Ia tahu bahwa ia tidak pernah dapat membawa Injil
secara pribadi kepada setiap oknum di seluruh kekaisaran. Tetapi kalau
ia dapat membangun kelompok-kelompok Kristen yang bersemangat di
beberapa kota utama, maka mereka pada gilirannya dapat menyebarkan
kabar baik sampai ke pelosok terpencil. Lagi pula, orang dari daerah
pedesaan sering harus mengunjungi kota-kota terdekat, dan mereka pun
dapat mendengar Injil, yang nantinya mereka sebarkan kembali ke sanak-
saudara mereka. Itulah yang terjadi pada hari Pentakosta di Yerusalem,
dan Paulus menyadari betapa besarnya potensi strategi ini. Sedikitnya
satu jemaat yang kemudian menerima surat Paulus -- yakni Kolose --
telah dimulai seperti ini.
Paulus juga sadar diperlukannya variasi di dalam menyajikan berita
Injil. Seorang pengejek pernah menyindir bahwa khotbah adalah
"seperangkat jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah
diajukan siapa pun." Mungkin beberapa khotbah modern demikian
sifatnya, tetapi khotbah-khotbah Paulus bukan demikian. Rahasia
keberhasilan Yesus terletak dalam kemampuan-Nya untuk berbicara dengan
orang-orang di mana pun mereka berada. Waktu di padang, Yesus
berbicara tentang menanam gandum (Markus 4:1-9). Di keluarga, Ia
berbicara tentang anak-anak (Matius 19:13-15). Dengan nelayan, pokok
pembicaraan-Nya adalah ikan (Markus 1:14-18). Paulus bersikap sama. Ia
pergi kepada orang-orang di tempat di mana mereka mau mendengar di
sinagoge Yahudi, di pasar-pasar, bahkan di kuil-kuil kafir. Di
sinagoge d Tesalonika, ia mulai dengan Perjanjian Lama (Kisah Para
Rasul 17:2-3). Di Atena, ia mulai dengan "Allah yang tidak dikenal,
yang dicari oleh orang-orang Yunani (Kisah Para Rasul 17:22-31). Di
Efesus, ia bersedia terlibat dalam perdebatan di depan umum tentang
makna Injil Kristen (Kisah Para Rasul 19:9).
Para pembaca modern surat-surat Paulus mungkin mengira bahwa
pemberitaan Paulus dapat diringkaskan menjadi uraian yang abstrak
tentang dosa, pembenaran atau penebusan. Tetapi bukan demikian cara
Paulus berkhotbah. Ia mulai di tempat dimana para pendengarnya berada
dan bersedia membicarakan kebutuhan-kebutuhan mereka. Kadang-kadang
berkhotbah merupakan cara pendekatan yang salah -- dan Paulus serta
rekan-rekannya selalu siap mendampingi orang orang dan menolong mereka
dalam menghadapi kesulitan hidup sehari-hari. Itulah sebagian rahasia
keberhasilan di Tesalonika: "Kami berlaku ramah di antara kamu, sama
seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya ... bukan saja rela
membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan
kamu" (1Tesalonika 2:7-8).
Sikap kepedulian terhadap orang serta keluwesan dalam pemberitaan
Injil inilah yang kemudian diringkaskan Paulus dalam ucapan: "Aku
menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan
sebanyak mungkin orang... Bagi semua orang aku telah menjadi segala-
galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari
antara mereka" (1Korintus 9:19-22).
|