Nama Kursus | : | ORANG KRISTEN YANG BERTANGGUNG JAWAB (OKB) |
Nama Pelajaran | : | Bertanggung Jawab dalam Hal Ibadah dan Persekutuan |
Kode Pelajaran | : | OKB-R02a |
Referensi OKB-R02a diambil dari:
Judul Buku | : | THE PURPOSE DRIVEN LIFE |
Judul Artikel | : | Penyembahan yang Menyenangkan Allah |
Pengarang | : | Rick Warren |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang, 2004 |
Halaman | : | 113 - 119 |
"PENYEMBAHAN YANG MENYENANGKAN ALLAH"
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Markus 12:30
Allah Menginginkan Segenap Diri Anda
Allah tidak menginginkan sebagian dari hidup Anda. Dia meminta segenap
hati Anda, segenap jiwa Anda, segenap akal budi Anda, dan segenap
kekuatan Anda. Allah tidak tertarik pada komitmen separuh hati,
ketaatan sebagian, dan sisa-sisa waktu dan uang Anda. Dia menginginkan
pengabdian penuh Anda, bukan sedikit dari kehidupan Anda.
Seorang wanita Samaria pernah mencoba untuk berdebat dengan Yesus
tentang waktu, tempat dan gaya penyembahan yang terbaik. Yesus
menjawab bahwa masalah-masalah ekstern ini tidaklah penting. Di mana
Anda menyembah tidaklah sepenting mengapa Anda menyembah dan seberapa
banyak dari diri Anda yang Anda persembahkan kepada Allah ketika Anda
menyembah. Ada cara yang benar dan salah dalam menyembah. Alkitab
berkata, "Marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah
menurut cara yang berkenan kepada-Nya." (Ibrani 12:28) Jenis
penyembahan yang menyenangkan Allah memiliki empat karakteristik:
Allah senang bila penyembahan kita tepat. Orang sering kali berkata,
"Saya suka berpikir tentang Allah sebagai...," lalu mereka meyampaikan
gagasan mereka tentang jenis Allah yang ingin mereka sembah. Tetapi
kita tidak bisa sekadar menciptakan sendiri gambar yang menyenangkan
atau benar secara politis tentang Allah dan menyembahnya. Itu
merupakan penyembahan berhala.
Penyembahan harus didasarkan pada kebenaran Alkitab, bukan pendapat
kita mengenai Allah. Yesus berkata kepada wanita Samaria itu,
"Penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan
kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian."
(Yohanes 14:3)
"Menyembah dalam kebenaran" berarti menyembah Allah sebagaimana Dia
benar-benar dinyatakan di dalam Alkitab.
Allah senang bila penyembahan kita bersifat otentik. Ketika Yesus
berkata Anda harus "menyembah dalam roh," Dia bukan menunjuk pada Roh
Kudus, tetapi pada roh Anda. Diciptakan menurut gambar Allah, Anda
adalah roh yang berdiam di dalam satu tubuh, dan Allah merancang roh
Anda untuk berkomunikasi dengan Dia. Penyembahan adalah roh Anda
menanggapi Roh Allah.
Ketika Yesus berkata, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu" yang Dia maksudkan adalah penyembahan
haruslah sepenuh hati dan sungguh-sungguh. Penyembahan bukanlah
sekadar mengucapkan kata-kata yang tepat; Anda harus bersungguh-
sungguh dengan apa yang Anda katakan. Pujian yang tidak sungguh-
sungguh bukanlah pujian sama sekali! Pujian tersebut tidak bernilai,
sebuah hinaan kepada Allah.
Ketika kita menyembah, Allah melihat melewati kata-kata kita ke sikap
hati kita. Alkitab berkata, "Manusia melihat apa yang di depan mata,
tetapi TUHAN melihat hati." (1Samuel 16:7b)
Karena penyembahan meliputi keadaan senang akan Allah, penyembahan
melibatkan emosi Anda. Allah memberi Anda emosi sehingga Anda bisa
menyembah-Nya dengan perasaan yang dalam, tetapi emosi-emosi tersebut
haruslah sungguh-sungguh, bukanlah pura-pura. Allah membenci
kemunafikan. Dia tidak menginginkan kecakapan membuat pertunjukkan
atau kepura-puraan atau kepalsuan di dalam penyembahan. Dia
menginginkan kejujuran Anda, kasih yang sesungguhnya. Kita bisa
menyembah Allah secara tidak sempurna, tetapi kita tidak bisa
menyembah Dia secara tidak tulus.
Memang, ketulusan saja tidaklah cukup; Anda bisa saja secara tulus
melakukan kesalahan. Itu sebabnya baik roh maupun kebenaran
diperlukan. Penyembahan harus tepat dan otentik. Penyembahan yang
menyenangkan Allah sangat berkaitan dengan emosi dan doktrin. Kita
menggunakan hati kita dan juga kepala kita.
Sekarang ini banyak orang yang menyamakan rasa tergerak oleh musik
dengan rasa tergerak oleh Roh, padahal ini tidaklah sama. Penyembahan
sejati terjadi ketika roh Anda menanggapi Allah, bukan menanggapi
bunyi musik tertentu. Sebetulnya, beberapa lagu yang sentimental dan
introspektif menghalangi penyembahan karena lagu-lagu tersebut
memindahkan focus kita dari Allah ke perasaan kita. Gangguan terbesar
Anda di dalam penyembahan adalah diri Anda sendiri, yaitu berbagai
kepentingan Anda dan kekhawatiran Anda atas apa pandangan orang lain
tentang Anda.
Orang-orang Kristen sering kali berbeda tentang cara yang paling tepat
atau otentik untuk mengekspresikan pujian kepada Allah, tetapi
pendapat-pendapat ini biasanya hanya menunjukkan perbedaan kepribadian
dan latar belakang. Banyak bentuk pujian disebutkan di dalam Alkitab,
di antaranya membuat pengakuan, menyanyi, bersorak, berdiri sebagai
penghormatan, berlutut, menari, membuat sorak sukacita, bersaksi,
memainkan alat-alat musik, dan mengangkat tangan. (Ibrani 13:15;
Mazmur 7:17; Ezra 3:11; Mazmur 149:3; 150:3; Nehemia 8:6) Gaya
penyembahan terbaik adalah penyembahan yang secara paling otentik
menunjukkan kasih Anda kepada Allah, berdasarkan latar belakang dan
kepribadian yang Allah berikan kepada Anda.
Teman saya Gary Thomas memperhatikan bahwa banyak orang Kristen
tampaknya terjebak dalam suatu situasi penyembahan, yaitu rutinitas
yang tidak memuaskan, dan bukan memiliki persahabatan yang
menyenangkan dengan Allah, karena mereka memaksa diri untuk
menggunakan metode-metode atau gaya penyembahan yang tidak sesuai
dengan cara di mana Allah secara unik membentuk mereka.
Gary bertanya-tanya, Jika Allah dengan sengaja menjadikan kita semua
berbeda, mengapa setiap orang diharapkan untuk mengasihi Allah dengan
cara yang sama? Ketika Gary membaca buku-buku klasik Kristen dan
mewawancarai orang-orang Kristen dewasa, Gary menemukan bahwa orang-
orang Kristen telah menggunakan banyak cara yang berbeda selama 2.000
tahun untuk menikmati keakraban dengan Allah: kegiatan di luar gedung,
belajar, menyanyi, membaca, menari, menciptakan seni, melayani orang
lain, menjalani kesunyian, menikmati persekutuan, dan ikut serta dalam
banyak kegiatan lainnya.
Dalam bukunya Sacred Pathways, Gary menyebut sembilan cara orang-orang
mendekat kepada Allah: Kaum Naturalis sangat terinspirasi untuk
mengasihi Allah di luar gedung, dengan latar belakang yang alami. Kaum
Sensate mengasihi Allah dengan indera (senses) mereka dan menghargai
ibadah penyembahan yang indah melibatkan pandangan, pengecap,
penciuman, dan sentuhan mereka, bukan hanya telinga mereka. Kaum
tradisionalis semakin dekat dengan Allah melalui upacara-upacara,
liturgi-liturgi, simbol-simbol, dan struktur-struktur yang tidak
berubah. Kaum Askese lebih suka mengasihi Allah dalam kesunyian dan
kesederhanaan. Kaum Aktivis mengasihi Allah lewat tindakan melawan
kejahatan, memerangi ketidakadilan, dan bekerja untuk menjadikan dunia
ini tempat yang lebih baik. Kaum Pemerhati mengasihi Allah dengan
mengasihi sesama dan memenuhi kebutuhan mereka. Kaum Antusias
mengasihi Allah melalui perayaan. Kaum Kontemplatif (Meditatif)
mengasihi Allah lewat pemujaan. Kaum Intelektual mengasihi Allah
dengan belajar melalui pikiran-pikiran mereka.
Tidak ada satu pendekatan "yang cocok untuk semua ukuran orang" dalam
menyembah dan bersahabat dengan Allah. Satu hal yang pasti: Anda tidak
mendatangkan kemuliaan bagi Allah dengan mencoba menjadi orang yang
Allah tidak pernah maksudkan untuk menjadikan Anda seperti itu. Allah
ingin agar Anda menjadi diri Anda sendiri: Itulah orang-orang yang
Bapa cari: yakni orang-orang yang menjadi diri sendiri secara apa
adanya dan jujur di hadapan Dia dalam penyembahan mereka." (Yohanes
4:23)
Allah senang bila penyembahan kita melibatkan akal budi. Perintah
Yesus untuk "kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap akal, budimu"
diulangi empat kali dalam Perjanjian Baru. Allah tidak senang jika
orang menyanyikan lagu-lagu tanpa pikiran, memanjatkan doa-doa klise
yang rutin, atau mengucapkan "Puji Tuhan," secara sembarangan karena
kita tidak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan pada saat itu.
Jika penyembahan tidak melibatkan akal budi, penyembahan itu tidak
bermakna. Anda harus melibatkan akal budi Anda.
Yesus menyebut penyembahan yang tanpa akal sebagai "pengulangan yang
sia-sia." (Matius 6:7). Bahkan istilah-istilah alkitabiah bisa menjadi
klise-klise yang membosankan karena digunakan berulangulang, dan kita
berhenti berpikir tentang maknanya. Jauh lebih mudah memberikan klise-
klise dalam penyembahan daripada berusaha menghormati Allah dengan
kata-kata dan cara-cara yang segar. Itu sebabnya saya mendorong Anda
untuk membaca Alkitab di dalam berbagai terjemahan dan parafrase. Hal
ini akan memperluas ekspresi Anda dalam penyembahan.
Cobalah memuji Allah tanpa menggunakan kata-kata puji, haleluyah,
syukur, atau amin. Bukannya mengatakan, "Kami hanya ingin memuji-Mu,"
buatlah daftar kata yang memiliki makna sama dan gunakan kata-kata
baru seperti mengagumi, menghargai, meninggikan, dan menghormati.
Juga, jadilah spesifik. Jika seseorang mendekati Anda dan nengucapkan,
"Aku memujimu!" sepuluh kali, Anda mungkin akan berpikir, Untuk apa?
Anda lebih suka menerima dua pujian yang spesifik daripada dua puluh
pernyataan umum yang tidak jelas. Begitu juga dengan Allah.
Gagasan lainnya adalah membuat daftar nama-nama Allah yang berbeda dan
pusatkan perhatian pada nama-nama tersebut. Nama-nama Allah bukannya
tanpa makna; nama-nama tersebut memberi tahu kita tentang aspek-aspek
berbeda dari karakter-Nya. Dalam Perjanjian Lama, Allah sedikit demi
sedikit menyatakan Diri-Nya kepada bangsa Israel dengan memperkenalkan
nama-nama baru untuk Diri-Nya sendiri, dan Dia memerintahkan kita
untuk memuji nama-Nya.
Allah juga ingin agar pertemuan-pertemuan ibadah bersama kita
menggunakan akal budi. Paulus memberikan satu pasal seluruhnya untuk
hal ini dalam 1Korintus 14 dan menyimpulkan, "Tetapi segala sesuatu
harus berlangsung dengan sopan dan teratur." (1Korintus 14:40)
Sehubungan dengan hal ini, Allah menekankan agar ibadah penyembahan
kita bisa dipahami oleh orang-orang yang belum percaya ketika mereka
hadir dalam pertemuan-pertemuan ibadah kita. Paulus mengatakan,
"Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah
orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan "amin" atas
pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan?
Sebab sekalipun pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain
tidak dibangun olehnya." (1Korintus 14:16-17). Peka terhadap orang-
orang belum percaya yang menghadiri pertemuan-pertemuan ibadah Anda
adalah perintah yang alkitabiah. Mengabaikan perintah ini merupakan
ketidaktaatan dan ketiadaan kasih.
Allah senang bila penyembahan kita bersifat praktis. Alkitab berkata,
"Demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma
12:1). Mengapa Allah menginginkan tubuh Anda? Mengapa Dia tidak
berkata, "Persembahkan rohmu"? Karena tanpa tubuh, Anda tdak bisa
melakukan apapun di dunia ini. Dalam kekekalan, Anda akan menerima
tubuh baru yang sudah disempurnakan dan lebih baik, tetapi sementara
Anda di dunia, Allah berkata, "Berikan kepada-Ku apa yang kamu
miliki!" Dia hanyalah bersikap praktis dalam soal penyembahan.
Anda pernah mendengar orang berkata, "Saya tidak bisa datang ke
pertemuan nanti malam, tetapi saya akan bersamamu di dalam roh."
Tahukah Anda apa artinya? Tidak ada arti. Kalimat tersebut tidak
memiliki makna! Selama Anda di bumi, roh Anda hanya bisa berada di
tempat tubuh Anda berada. Jika tubuh Anda tidak ada, Anda juga tidak
ada.
Dalam penyembahan kita harus "mempersembahkan tubuh kita sebagai
persembahan yang hidup." Nah, kita biasanya mengaitkan konsep
"persembahan" dengan sesuatu yang mati, tetapi Allah ingin agar Anda
menjadi persembahan yang hidup. Dia ingin agar Anda hidup bagi Dia!
Namun, masalah dengan persembahan yang hidup adalah bahwa persembahan
itu bisa merangkak keluar dari mezbah, dan kita sering kali
melakukannya. Kita bernyanyi, "Lasykar Kristen Maju" pada hari Minggu,
kemudian pergi keluar tanpa izin pada hari Senin."
Dalam Perjanjian Lama, Allah senang pada banyak kurban persembahan
karena kurban-kurban itu memberitakan sebelumnya tentang kurban Yesus
bagi kita di kayu salib. Sekarang Allah senang dengan berbagai kurban
persembahan yang berbeda: ucapan syukur, pujian, kerendahan hati,
pertobatan, persembahan uang, doa, melayani orang lain, dan berbagi
dengan orang-orang yang membutuhkan. (Mazmur 50:14; Ibrani 13:15;
Mazmur 51:17; 54:6; Filipi 4:18; Mazmur 141:2; Ibrani13:16; Markus
12:33; Roma 12:1)
Penyembahan yang sejati membutuhkan pengorbanan. Daud menyadari hal
ini dan berkata: "Aku tidak mau mempersembahkan kepada TUHAN, Allahku,
kurban bakaran dengan tidak membayar apa-apa." (2Samuel 24:24)
Salah satu pengorbanan yang dituntut dari kita dalam penyembahan
adalah sikap mementingkan diri kita. Anda tidak mungkin meninggikan
Allah dan diri Anda sendiri pada saat yang bersamaan. Anda tidak
menyembah untuk dilihat oleh orang lain atau untuk menyenangkan diri
Anda sendiri. Anda dengan sadar memindahkan fokus dari diri Anda
sendiri.
Ketika Yesus berkata, "Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap
kekuatanmu" Dia menunjukkan bahwa penyembahan membutuhkan usaha dan
tenaga. Penyembahan tidak selalu menyenangkan atau enak, dan kadang-
kadang penyembahan benar-benar merupakan tindakan berdasarkan
kehendak, kurban dengan suka rela. Penyembahan pasif merupakan sesuatu
yang bertentangan.
Ketika Anda memuji Allah meskipun Anda tidak merasa ingin
melakukannya, ketika Anda bangun untuk beribadah saat Anda letih, atau
ketika Anda menolong orang lain saat Anda lelah, Anda mempersembahkan
kurban penyembahan kepada Allah. Ini menyenangkan Allah.
Matt Redman, seorang pemimpin penyembahan di Inggris, bercerita
bagaimana gembala sidangnya mengajar gerejanya tentang makna
sesungguhnya dari penyembahan. Untuk menunjukkan bahwa penyembahan
lebih dari sekadar musik, sang gembala sidang melarang semua nyanyian
di dalam ibadah mereka untuk beberapa waktu sementara mereka belajar
menyembah dengan cara lain. Menjelang akhir dari waktu tersebut, Matt
menulis lagu klasik "Heart of Worship":
Aku akan membawa bagi-Mu lebih dari sekadar lagu,
karena lagu itu sendiri bukanlah apa yang Engkau tuntut.
Engkau mencari jauh lebih dalam
daripada hal-hal yang tampak.
Engkau melihat ke dalam lubuk hatiku.
Inti masalahnya adalah masalah hati. |