BAB 3
Roh Kudus dan Alkitab
Semua orang Kristen tahu bahwa ada hubungan penting antara Alkitab dan Roh Kudus. Memang, semua orang Kristen percaya bahwa dalam arti tertentu Alkitab adalah karya kreatif dari Roh Kudus. Sebagai salah satu keyakinan kita tentang Roh Kudus, kita sering menegaskan bahwa ‘Dia berbicara dengan perantaraan nabi-nabi’. Ungkapan ini menggemakan banyak frasa serupa yang muncul di dalam Perjanjian Baru. Misalnya, Tuhan Yesus sendiri pernah mengutip dari Mazmur 110 dengan kata-kata: ‘Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata:…’ (Mrk. 12:36). Hampir sama dengan itu, Rasul Petrus dalam suratnya yang kedua menulis ‘sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah’ (2Ptr. 1:21) atau, yang dalam bahasa Yunani ‘dorongan Roh Kudus’ adalah seolah-olah dihembuskan oleh angin yang kuat. Jadi, ada hubungan penting antara Alkitab dan Roh Kudus yang perlu kita selidiki.
Sejauh ini kita telah mengatakan bahwa Alkitab ditulis oleh Allah, dan Yesus Kristus adalah subjek utamanya. Sekarang kita harus menambahkan bahwa Roh Kudus adalah perantara. Jadi pemahaman Kristen tentang Alkitab pada dasarnya adalah pemahaman Tritunggal. Alkitab berasal dari Allah, berpusat pada Kristus dan diilhami oleh Roh Kudus. Jadi definisi terbaik dari Alkitab juga bersifat Tritunggal: ‘Alkitab adalah kesaksian Bapa tentang Sang Putra melalui Roh Kudus.’
Jadi, apa peran sesungguhnya dari Roh Kudus dalam proses penyataan Allah? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita kembali kepada Alkitab itu sendiri dan khususnya ke 1 Korintus 2:6-16.
Sungguhpun demikian kami memberitakan hikmat di kalangan mereka yang telah matang, yaitu hikmat yang bukan dari dunia ini, dan yang bukan dari penguasa-penguasa dunia ini, yaitu penguasa-penguasa yang akan ditiadakan. Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita. Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia. Tetapi seperti ada tertulis:
‘Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.’
Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah. Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam Dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah. Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. Sebab: ‘Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasehati Dia?’ Tetapi kami memiliki pikiran Kristus.
Penting bagi kita untuk melihat perikop ini dalam konteks yang lebih luas. Sebelumnya dalam 1 Korintus 1, Paulus telah menekankan ‘kebodohan’ Injil. Misalnya, ‘pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa…’ (1:18), dan ‘kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan (1:23). Atau, mungkin sekarang ini, pemberitaan tentang salib terdengar bodoh bagi para intelektual sekuler, bahkan tidak ada artinya. Oleh karena itu pada perikop di atas, Paulus memberi penambahan yang ditujukan bagi pembaca yang mengira Paulus menolak hikmat dan sebaliknya mengagungkan kebodohan. Apakah Paulus anti intelektual? Apakah dia memandang rendah pemahaman dan penggunaan pikiran? Tentu tidak.
Ayat 6-7 dalam 1 Korintus 2: ‘Sungguhpun demikian kami memberitakan hikmat di kalangan mereka yang telah matang… ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita’. Kontras yang dibuat oleh Paulus tidak boleh diabaikan. ‘Kami memberitakan hikmat’, tulis Paulus, tetapi (a) hanya kepada mereka yang telah matang, bukan kepada nonKristen atau bahkan kepada orang Kristen yang belum matang; (b) itu adalah hikmat Allah, bukan hikmat dari dunia; dan (c) bagi kemuliaan kita, yaitu ketika nanti kita disempurnakan dan mendapat bagian dalam kemuliaan Allah, serta tidak hanya membawa kita kepada pembenaran dalam Kristus. Kita sendiri perlu mengikuti teladan Paulus. Dalam menginjili nonKristen kita harus berkonsentrasi pada ‘kebodohan’ Injil di mana Kristus disalibkan untuk orang berdosa. Namun, dalam membangun orang Kristen agar tumbuh menjadi dewasa secara rohani, kita harus membimbing mereka untuk memahami tujuan Allah seutuhnya. Dalam ayat 7, Paulus menyebutnya sebagai ‘hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia’ dan dalam ayat 9, ‘semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia’. Paulus menegaskan bahwa hal ini hanya bisa diketahui melalui penyataan Allah. ‘Penguasa dunia ini’ (pemimpin sekuler) tidak mengenalnya, sebab kalau mengenalnya, mereka tidak menyalibkan ‘Tuhan yang mulia’ (ay. 8). Namun, tidak ada pengecualian; semua manusia, jika dibiarkan, tidak memahami hikmat dan tujuan Allah.
Di ayat 9, Paulus menulis bahwa tujuan Allah adalah sesuatu yang ‘tidak pernah dilihat oleh mata’ (tidak terlihat), ‘tidak pernah didengar oleh telinga’ (tidak terdengar), ‘tidak pernah timbul di dalam hati manusia’ (tidak terpikirkan). Tujuan Allah berada di luar jangkauan mata, telinga dan pikiran manusia; tidak bisa diteliti secara ilmiah, atau bahkan tidak bisa diimajinasikan secara puitis. Semuanya sama sekali di luar pikiran kita yang terbatas, kecuali Allah mengatakannya – dan itulah yang telah Allah lakukan! Sekali lagi: ‘Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, apa yang tidak pernah didengar oleh telinga, dan apa yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia – itulah yang disediakan Allah untuk orang-orang yang mengasihi-Nya’ – tujuan Allah yang megah dan tak terbayangkan – ‘Allah sudah menyatakannya kepada kita dengan perantaraan Roh-Nya’. Dalam ayat ini, kata ‘kita’ dalam konteksnya merujuk bukan kepada kita semua, tetapi kepada rasul Paulus yang menulis ayat ini dan kepada rasul-rasul yang lain. Allah memberi kebenaran ini melalui penyataan khusus kepada kelompok khusus sebagai penerima penyataan (para nabi di dalam Perjanjian Lama dan para rasul di dalam Perjanjian Baru), dan Allah melakukan ini ‘dengan perantaraan Roh-Nya’. Roh Kudus adalah perantara dari penyataan ini.
Pendahuluan yang panjang untuk bab ini diperlukan untuk membantu kita melihat konteks di mana Paulus menyampaikan tema tentang Roh Kudus sebagai perantara dari penyataan Allah. Selanjutnya apa yang dia tulis adalah pernyataan komprehensif yang luar biasa. Paulus menguraikan empat tahap pekerjaan Roh Kudus sebagai perantara dari penyataan Allah.
 

Roh Kudus yang Menyelidiki
Tahap pertama, Roh Kudus adalah Roh yang menyelidiki (1Kor. 2:10-11). Perlu dicatat, kedua ayat ini menunjukkan bahwa Roh Kudus bersifat pribadi. Hanya pribadi yang dapat melakukan ‘penyelidikan’ atau ‘penelitian’. Komputer dapat melakukan penelitian yang sangat kompleks secara mekanis dan analitis. Namun, penelitian yang benar melibatkan lebih dari sekadar mengumpulkan dan menganalisis data statistik; penelitian membutuhkan pemikiran orisinal. Inilah pekerjaan yang dilakukan oleh Roh Kudus, karena Dia mempunyai pikiran untuk berpikir. Karena Roh Kudus adalah pribadi yang ilahi (bukan komputer, atau kekuatan yang tidak jelas), kita perlu membiasakan diri untuk menyebut Roh Kudus sebagai pribadi (Dia), bukan sebuah benda.
Paulus menggunakan dua gambaran menarik untuk menyatakan kualifikasi unik dari Roh Kudus dalam karya penyataan Allah. Yang pertama adalah bahwa ‘…Roh-Nya menyelidiki dan menyatakan kepada kita segala rahasia Allah yang paling dalam sekalipun (ay. 10 FAYH). Kata ‘menyelidiki’ adalah kata kerja yang sama yang Yesus terapkan pada orang-orang Yahudi yang ‘menyelidiki Kitab Suci’ (lihat Yoh. 5:39). Roh Kudus digambarkan sebagai peneliti yang tidak henti-hentinya ingin menyelidiki, atau mungkin sebagai penyelam di laut dalam yang berusaha untuk memahami hal-hal yang paling dalam dari Allah yang Mahakuasa. Karena pribadi Allah tidak terbatas kedalamannya, Paulus dengan berani menyatakan bahwa Roh Allah menyelidiki kedalaman ini. Dengan kata lain, Allah sendiri mengeksplorasi kekayaan pribadi-Nya sendiri.
Gambaran kedua yang diberikan Paulus diambil dari pemahaman diri manusia. Ayat 11 (FAYH): ‘Tidak seorang pun benar-benar mengetahui apa yang sedang dipikirkan orang lain, atau bagaimana pribadi orang itu sebenarnya, kecuali orang itu sendiri.’ Secara harfiah ‘pikiran’ adalah ‘benda’ dalam diri manusia, mungkin apa yang disebut sebagai ‘kemanusiaan’ kita. Semut atau katak, atau kelinci, bahkan kera yang paling cerdas pun, tidak mungkin dapat membayangkan bagaimana rasanya menjadi manusia. Demikian juga manusia tidak dapat sepenuhnya memahami manusia lainnya. Seringkali kita mengatakan, terutama mungkin di masa remaja, ‘Kamu tidak mengerti; tidak ada yang mengerti saya’. Ini benar! Tidak ada yang mengerti diri kita kecuali kita sendiri, dan bahkan kita pun tidak memahami diri kita sepenuhnya. Paulus menerapkan konsep yang sama tentang mengetahui pikiran Allah: ‘Dan tidak seorang pun dapat mengetahui pikiran Allah, kecuali Roh Allah sendiri’ (ay. 11 FAYH). Sebagaimana tidak ada yang bisa memahami manusia kecuali manusia itu sendiri, demikian juga tidak ada yang bisa memahami Allah kecuali Allah sendiri. Seperti yang tertulis dalam sebuah himne lama, ‘Hanya Allah yang mengetahui kasih Allah’. Kita juga bisa menegaskan bahwa hanya Allah yang mengetahui hikmat Allah, dan memang hanya Allah yang mengetahui pribadi-Nya.
Jadi, Roh Kudus menyelidiki kedalaman Allah, dan Roh Kudus mengetahui pikiran Allah. Dia memiliki pemahaman yang unik tentang pribadi Allah. Pertanyaannya sekarang adalah: Apa yang Roh Kudus lakukan dengan apa yang Dia selidiki dan ketahui? Apakah Dia menyimpan pengetahuan yang unik itu untuk diri-Nya sendiri? Tidak. Dia telah melakukan apa yang hanya Roh Kudus dapat melakukannya, yaitu menyatakan pengetahuan-Nya yang unik tersebut. Roh yang menyelidiki menjadi Roh yang menyatakan.
 

Roh Kudus yang Memberi Penyataan
Apa yang Roh Kudus telah ketahui, Dia sendiri yang menyatakannya. Hal ini dikatakan dalam 1 Korintus 2:10: ‘Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh…’ Paulus melanjutkan dalam ayat 12: ‘Kita tidak menerima roh dunia, tetapi Roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita.’ Kata ‘kita’ dalam ayat-ayat ini merujuk kepada para rasul dan otoritas rasuli. Frasa ‘Roh dari Allah’ adalah Roh yang menyelidiki dan mengetahui pikiran Allah. Para rasul menerima dua karunia dari Allah – yang pertama adalah anugerah keselamatan (‘yang dikaruniakan Allah kepada kita’); dan yang kedua adalah Roh-Nya yang memampukan mereka untuk mengerti anugerah keselamatan-Nya.
Paulus adalah contoh terbaik dari kedua hal tersebut di atas. Saat kita membaca surat-suratnya, dia memberi penjelasan yang luar biasa tentang Injil kasih karunia Allah. Dia memberi tahu apa yang telah Allah lakukan bagi orang-orang berdosa seperti kita, yang tidak punya pengharapan dan tidak pantas mendapatkan apa-apa selain penghakiman. Paulus menyatakan bahwa Allah mengutus Anak-Nya untuk mati di kayu salib bagi dosa-dosa kita dan kemudian bangkit kembali. Selanjutnya, jika kita dipersatukan dengan Yesus Kristus oleh iman dan dengan baptisan, maka kita mati bersama Dia dan bangkit kembali bersama Dia, serta mengalami kehidupan baru dalam Dia. Itulah Injil yang luar biasa, yang diungkapkan Paulus dalam surat-suratnya. Bagaimana dia mengetahui semua ini? Bagaimana dia bisa membuat pernyataan keselamatan yang begitu komprehensif? Pertama, karena Paulus sendiri telah menerima anugerah itu. Dia telah mengalami anugerah Allah. Kedua, Roh Kudus telah diberikan kepadanya untuk menginterpretasikan pengalamannya sendiri. Jadi, Roh Kudus menyatakan kepada Paulus rencana keselamatan Allah, yang disebutnya sebagai ‘rahasia’ dalam surat-suratnya yang lain. Roh yang menyelidiki menjadi Roh yang menyatakan.
 

Roh Kudus yang Memberi Ilham
Pada tahap ketiga, Roh yang menyatakan menjadi Roh yang mengilhami. Dalam 1 Korintus 2:13: ‘…kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh’. Perhatikan bahwa dalam ayat 12 Paulus menulis tentang apa yang diterima para rasul, dan dalam ayat 13 tentang apa yang dikatakan para rasul. Menurut saya maksud Paulus adalah sebagai berikut: ‘Kami telah menerima anugerah kasih karunia Allah; kami telah menerima Roh Kudus untuk menginterpretasikan apa yang Allah telah lakukan bagi kita dan berikan kepada kita. Sekarang kami membagikan kepada orang lain apa yang telah kami terima.’ Roh yang menyelidiki, yang telah menyatakan rencana keselamatan Allah kepada para rasul, membagikan Injil ini melalui para rasul kepada orang lain. Sama seperti Roh tidak menyimpan pengetahuan-Nya untuk diri sendiri, demikian juga para rasul tidak menyimpan penyataan Roh untuk diri mereka sendiri. Mereka mengerti bahwa pengetahuan itu telah dipercayakan kepada mereka dan harus disampaikan kepada orang lain.
Apa yang disampaikan oleh para rasul adalah kata-kata, dan perkataan itu secara khusus dijelaskan dalam ayat 13 sebagai ‘perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh’. Disini Roh Kudus disebutkan lagi sebagai Roh yang mengilhami. Dalam ayat 13 ini Rasul Paulus dengan jelas menyatakan adanya ‘kata-kata yang diilhami oleh Roh’. Yang berarti bahwa kata-kata yang digunakan para rasul untuk menyampaikan pesan yang telah dinyatakan oleh Roh Kudus kepada mereka adalah kata-kata yang diajarkan kepada mereka oleh Roh yang sama.
Besar dugaan saya bahwa mengapa gagasan ‘kata-kata yang diilhami’ tidak populer saat ini adalah karena orang salah mengerti maksudnya. Sebagai akibatnya, mereka bukan menolak makna sebenarnya, melainkan menolak sebuah gambaran. Saya akan mencoba meluruskan konsep dari beberapa kesalahpahaman utama. Pertama, ‘kata-kata yang diilhami’ bukan berarti bahwa ‘setiap kata dalam Alkitab secara harfiah benar’. Kita menyadari sepenuhnya bahwa para penulis Alkitab menggunakan berbagai jenis sastra – sejarah ditafsirkan sebagai sejarah, puisi sebagai puisi, perumpamaan sebagai perumpamaan, dll. Apa yang diilhamkan adalah pengertian yang sebenarnya dari kata-kata, sesuai dengan maksud penulis, apakah harfiah atau kiasan.
Kedua, ‘kata-kata yang diilhami’ bukan berarti kata-kata yang didiktekan. Penganut agama Islam percaya bahwa Allah mendiktekan Al-Qur’an kepada Muhammad, kata demi kata, dalam bahasa Arab. Sedangkan orang Kristen percaya bahwa Roh Kudus mengilhami para penulis Alkitab yang memiliki kemampuan untuk menuliskan perkataan yang dikomunikasikan oleh Roh Kudus kepada mereka, walaupun ada sedikit pengecualian dalam hal ini.
Ketiga, ‘kata-kata yang diilhami’ tidak berarti bahwa setiap kalimat dalam Alkitab adalah perkataan Allah, apalagi ketika dipisah dari konteksnya. Tidak semua yang tertulis di dalam Alkitab diafirmasi oleh Alkitab. Contohnya adalah perkataan sahabat-sahabat Ayub yang berusaha menghiburnya. Argumen utama mereka yang diulang berkali-kali – yaitu bahwa Allah menghukum Ayub karena dosa pribadinya – adalah keliru. Dalam pasal terakhir Allah berkata kepada mereka dua kali, ‘kamu tidak berkata benar tentang Aku’ (Ayb. 42:7-8). Jadi perkataan mereka tidak bisa dianggap sebagai perkataan Allah. Perkataan mereka ditulis untuk dikontradiksikan, bukan untuk didukung. Perkataan Allah yang diilhamkan adalah perkataan yang diafirmasi, apakah itu sebagai instruksi, perintah atau janji.
‘Kata-kata yang diilhami’ adalah perkataan yang disampaikan oleh Roh Kudus melalui manusia sebagai penulis, dipahami sesuai dengan maknanya yang jelas. Perkataan tersebut benar dan tanpa kesalahan. Kita sebagai orang Kristen tidak perlu merasa malu atau takut akan hal ini. Hal tersebut sangat masuk akal karena kata-kata adalah penyusun kalimat. Oleh karena itu, kita tidak mungkin membingkai sebuah pesan yang tepat, tanpa menyusun kalimat yang tepat, yang terdiri dari kata-kata yang tepat.
Bayangkan jika kita hanya bisa menggunakan beberapa kata, misalnya dalam mengirim sebuah SMS (layanan pesan pendek). Kita ingin mengirimkan sebuah pesan yang tidak hanya bisa dipahami, tetapi juga tidak akan disalahpahami. Kita akan menyusun kalimatnya dengan hati-hati, menghapus atau menambahkan kata-kata, sampai kita puas dengan pesan yang akan kita kirim. Kata-kata itu penting. Setiap pembicara yang ingin pesannya dipahami dan tidak disalahpahami tahu benar pentingnya kata-kata. Setiap pengkhotbah yang bekerja keras menyiapkan khotbahnya memilih kata-kata dengan hati-hati. Setiap penulis, baik penulis surat, artikel atau buku, menyadari bahwa kata-kata itu penting. Charles Kingsley pada pertengahan abad kesembilan belas mengatakan: ‘Tanpa kata-kata, kita tidak mengetahui hati dan pikiran antara satu dengan yang lain, sama seperti antara anjing dengan anjing lainnya. Kita selalu berpikir dalam kata-kata… Tanpa kata-kata semua pikiran kita hanya sekadar keinginan-keinginan buta, perasaan-perasaan yang kita sendiri tidak dapat memahaminya.’ Jadi kita harus membingkai pikiran kita dengan kata-kata.
Inilah pernyataan apostolik, bahwa Roh Kudus, yang menyelidiki kedalaman hati Allah dan menyatakan apa yang diketahui-Nya kepada para rasul, kemudian mengomunikasikannya kepada kita melalui para rasul dengan kata-kata yang diberikan oleh Roh Kudus kepada para rasul. Dia menyampaikan kata-katanya melalui kata-kata para rasul, sehingga kata-kata itu sama dengan kata-kata dari Allah dan kata-kata dari manusia. Inilah kepenulisan ganda dari Alkitab. Ini juga arti dari ‘ilham’. Pengilhaman Alkitab bukanlah proses mekanis, melainkan proses yang sangat pribadi, karena melibatkan seorang pribadi (Roh Kudus) yang berbicara melalui manusia (para nabi dan rasul) sedemikian rupa sehingga perkataan-Nya adalah perkataan mereka, dan perkataan mereka adalah perkataan Roh Kudus.
 

Roh Kudus yang Memberi Pencerahan
Kita sekarang tiba pada tahap keempat dari pekerjaan Roh Kudus, yaitu Roh yang memberi pencerahan. Apa yang kita pikirkan tentang orang-orang yang mendengar para rasul berkhotbah dan di kemudian hari membaca surat-surat para rasul itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja? Apakah mereka harus sendirian berusaha keras memahami pesan apostolik tersebut? Tidak. Roh Kudus yang giat bekerja dalam diri rasul-rasul penulis surat juga giat bekerja dalam diri orang-orang yang membaca surat-surat tersebut. Jadi, Roh Kudus bekerja di kedua belah pihak, mengilhami para rasul dan memberi pencerahan kepada pendengar mereka. Ini tersirat di akhir 1 Korintus 2:13, sebuah frasa yang sulit dimengerti dan telah ditafsirkan berbeda-beda. Saya menganggap terjemahan Revised Standard Version benar, yaitu bahwa Roh Kudus ‘menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh’. Orang yang memiliki Roh Kudus tidak terbatas hanya pada para penulis Alkitab. Memang pekerjaan Roh Kudus dalam mengilhami adalah unik, tetapi Dia juga menafsirkan hal-hal rohani.
Ayat 14 dan 15 menambahkan kebenaran ini, dan sangat kontras satu dengan yang lain. Ayat 14 dimulai dengan merujuk pada ‘manusia duniawi’ (atau ‘orang yang tidak mempunyai Roh Allah’, BIMK), yaitu orang yang belum lahir baru, bukan orang Kristen. Namun, ayat 15 dimulai dengan merujuk pada ‘manusia rohani’, orang yang mempunyai Roh Allah. Jadi, Paulus membagi umat manusia menjadi dua kategori yang sangat jelas: yang ‘duniawi’ dan ‘yang rohani’, yaitu mereka yang memiliki kehidupan duniawi atau kehidupan fana, dan yang memiliki kehidupan rohani atau kehidupan kekal. Kategori pertama tidak memiliki Roh Kudus karena mereka tidak pernah lahir baru, sedangkan untuk kategori kedua Roh Kudus berdiam di dalam diri mereka yang telah menerima kelahiran baru. Berdiamnya Roh Kudus dalam diri kita adalah tanda bahwa kita adalah orang Kristen sejati (Rm. 8:9).
Apa bedanya kita memiliki Roh Kudus atau tidak? Sangat berbeda! Terutama dalam pemahaman kita tentang kebenaran rohani. Manusia duniawi atau yang belum lahir baru, yang belum menerima Roh Kudus, juga tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan (ay. 14). Bukan saja ia gagal memahaminya, bahkan ia tidak mampu memahaminya sebab hal itu ‘hanya dapat dinilai secara rohani’. Sebaliknya, manusia rohani, orang Kristen yang sudah lahir baru dan mempunyai Roh Allah, dapat ‘menilai segala sesuatu’. Tentu saja, bukan berarti dia menjadi mahatahu seperti Allah, tetapi semua hal yang sebelumnya tidak bisa ia lihat, dan sekarang telah dinyatakan Allah dalam Kitab Suci, mulai dapat dipahaminya. Dia memahami apa yang tidak pernah ia pahami sebelumnya, meskipun dia sendiri tidak dapat dipahami oleh manusia duniawi. Secara harfiah, dia ‘tidak dapat dinilai oleh orang lain’. Dia tetap menjadi teka-teki, karena dia memiliki rahasia kehidupan rohani dan kebenaran, yang tidak masuk akal bagi orang yang tidak percaya. Namun, hal ini tidak mengherankan, karena tidak seorang pun yang tahu pikiran Tuhan, atau dapat menasihati Dia. Oleh karena mereka tidak dapat memahami pikiran Kristus, mereka juga tidak dapat memahami pikiran kita, meskipun kita yang dicerahkan oleh Roh Kudus dapat dengan berani mengatakan, ‘kami memiliki pikiran Kristus’ (ay. 16) – sebuah penegasan yang benar-benar menakjubkan.
Apakah ini pengalaman Anda? Apakah Alkitab menjadi sebuah buku baru bagi Anda? Sesaat setelah pertobatannya, William Grimshaw, salah seorang pemimpin Kristen yang terkemuka pada abad kedelapan belas, mengatakan kepada seorang temannya, bahwa ‘jika dahulu Allah menarik kembali Alkitab-Nya ke surga, dan memberikan yang lain, maka Alkitab lain itu bukan Alkitab baru baginya’. Sesudah seseorang bertobat, Alkitab menjadi buku yang berbeda. Saya juga mengalami hal yang sama dengan Grimshaw. Sebelum bertobat, saya membaca Alkitab setiap hari karena itulah kebiasaan yang diajarkan oleh Ibu, tetapi bahasa Alkitab seolah-olah bahasa asing bagi saya. Saya hampir tidak mengerti isinya. Namun, ketika saya lahir baru dan Roh Kudus berdiam dalam diri saya, Alkitab tiba-tiba menjadi buku baru bagi saya. Tentu saja tidak berarti bahwa saya mengerti semua isinya. Namun, saya mulai memahami hal-hal yang tidak pernah saya pahami sebelumnya. Sungguh pengalaman yang luar biasa! Jangan pernah menganggap bahwa Alkitab hanya kumpulan dokumen kuno yang lapuk dan hanya layak ditempatkan di perpustakaan. Jangan pernah menganggap lembaran-lembaran Alkitab seolah-olah adalah fosil yang hanya layak ditempatkan di balik kaca museum. Allah berbicara melalui apa yang telah Dia katakan. Melalui teks kuno Kitab Suci, Roh Kudus dapat berkomunikasi dengan kita hari ini dengan cara yang segar, pribadi dan penuh kuasa. ‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat․’ (Why. 2:7, dll).
Jika pada saat ini Roh Kudus berbicara kepada kita melalui Alkitab, Anda mungkin bertanya, mengapa tidak semua kita setuju dengan segala isinya? Jika Roh Kudus yang menafsirkan dan sekaligus menjadi perantara dari penyataan Allah, mengapa Dia tidak menuntun kita pada pikiran yang sama? Jawaban saya atas kedua pertanyaan ini mungkin akan mengejutkan Anda. Pada kenyataannya Roh Kudus memungkinkan kita untuk lebih banyak setuju daripada tidak setuju, dan jika kita melakukan empat syarat berikut ini, akan lebih banyak lagi yang setuju.
Pertama, kita harus menerima otoritas tertinggi dari Alkitab, dan dengan sungguh-sungguh mau tunduk pada otoritasnya. Mereka yang tunduk pada otoritas Alkitab sudah mempunyai kesepakatan dalam banyak hal. Perbedaan besar dan memprihatinkan yang masih terjadi, misalnya perbedaan antara Gereja Roma Katolik dan Gereja Protestan, terutama disebabkan olah keengganan Gereja Roma Katolik untuk mengakui bahwa Alkitab memiliki otoritas tertinggi bahkan di atas tradisi gereja. Gereja Katolik secara resmi masih menyatakan bahwa ‘Baik Tradisi Suci maupun Kitab Suci harus diterima dan dihormati dengan penuh pengabdian dan penghormatan yang sama'. Meskipun hal ini telah dimodifikasi dalam Konsili Vatikan Kedua, tetapi belum mencapai hasil yang diinginkan. Gereja Protestan tidak menyangkal pentingnya tradisi atau adat istiadat, dan seharusnya kita lebih menghormatinya, karena Roh Kudus telah bekerja dalam diri orang-orang Kristen sejak dahulu kala dan bukan memulai pengajaran-Nya hanya dengan kita saja! Meskipun demikian, jika Alkitab dan tradisi/adat istiadat bertentangan, kita harus mengizinkan Alkitab untuk mereformasi adat istiadat tersebut, seperti yang ditegaskan oleh Yesus tentang ‘adat istiadat nenek moyang’ (lihat Mrk. 7:1-13).
Kedua, kita harus ingat bahwa tujuan utama dari Alkitab adalah untuk memberi kesaksian tentang Kristus yang mati di kayu salib sebagai Juru Selamat bagi orang berdosa. Ketika para tokoh Reformasi abad keenam belas bersikeras bahwa Alkitab harus jelas dan perlu diterjemahkan agar orang biasa dapat membacanya sendiri, yang mereka maksudkan adalah tentang jalan keselamatan. Mereka tidak menyangkal bahwa dalam Alkitab ada ‘hal-hal yang sukar dipahami’ (seperti yang dikatakan Petrus tentang surat-surat Paulus dalam 2 Petrus 3:16); tetapi mereka ingin sekali mengafirmasi bahwa kebenaran utama tentang keselamatan dapat dipahami dengan jelas oleh semua orang.
Ketiga, kita harus menerapkan prinsip-prinsip penafsiran yang benar. Tentu saja sangat mungkin untuk memutarbalikkan isi Alkitab agar maknanya sesuai dengan apa yang kita inginkan. Namun, tugas kita adalah menafsirkan isi Alkitab, bukan memutarbalikkannya. Di atas segalanya, kita harus mencari arti semula sesuai dengan maksud penulis Alkitab pada saat itu, dan arti harfiah atau kiasan, yang juga sesuai dengan maksud penulis. Ini adalah prinsip sejarah dan kesederhanaan. Jika diterapkan dengan integritas dan ketelitian, maka Alkitab yang mengontrol kita, bukan kita yang mengontrol Alkitab. Sebagai akibatnya, kesepakatan di antara orang Kristen bertambah.
Keempat, kita harus mempelajari teks Alkitab dan memiliki pengetahuan tentang budaya kita dan bersedia untuk menguji dan mengubah budaya tersebut. Jika kita membaca Alkitab dengan sikap sombong dan beranggapan bahwa semua kepercayaan dan praktik nenek moyang yang diwariskan adalah benar, maka tentu saja kita hanya akan menemukan apa yang ingin kita temukan di dalam Alkitab, yaitu konfirmasi status quo yang nyaman. Akibatnya, kita akan mempunyai pandangan yang sangat berbeda dengan orang-orang yang juga percaya Alkitab tetapi memiliki keyakinan dan latar belakang yang berbeda. Tampaknya inilah sumber perselisihan yang paling umum. Hanya ketika kita berani dan cukup rendah hati untuk membiarkan Roh Allah, melalui firman-Nya, secara radikal mempertanyakan pendapat yang kita pegang sangat kuat, mungkin kita akan bisa dipersatukan secara baru melalui pemahaman yang baru.
‘Penilaian secara rohani’ yang dijanjikan oleh Roh Kudus (lihat 1Kor. 2:14b) tidak diberikan tanpa ketaatan terhadap empat syarat ini; keempat syarat tersebut harus diterima dan dipenuhi.
 

Kesimpulan
Kita telah mempelajari empat peran Roh Kudus, yaitu sebagai Roh yang menyelidiki, Roh yang memberi penyataan, Roh yang memberi ilham dan Roh yang memberi pencerahan. Tahap-tahap pelayanan-Nya adalah sebagai berikut:
• Pertama, Roh Kudus menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah, dan mengetahui pikiran Allah.
• Kedua, Roh Kudus menyatakan apa yang diketahui-Nya kepada para rasul.
• Ketiga, Roh Kudus mengomunikasikan kepada kita, melalui para rasul, apa yang dinyatakan-Nya kepada mereka dengan kata-kata yang diberikan oleh Roh Kudus kepada para rasul.
• Keempat, Roh Kudus mencerahkan pikiran pendengar-pendengar-Nya, supaya mereka dapat memahami apa yang dinyatakan-Nya kepada dan melalui para rasul. Hingga saat ini Dia tetap memberi pencerahan kepada mereka yang mau menerimanya.
Ada dua pelajaran yang sangat sederhana dan singkat sebelum kita mengakhiri bab ini. Yang pertama adalah mengenai pandangan kita tentang Roh Kudus. Ada banyak diskusi saat ini tentang pribadi dan pekerjaan Roh Kudus, dan 1 Korintus 2:6-16 hanyalah salah satu dari banyak perikop di dalam Alkitab tentang Roh Kudus. Namun, saya ingin bertanya kepada Anda: apakah doktrin Anda mengenai Roh Kudus mengakui ayat-ayat tersebut? Yesus menamakan-Nya ‘Roh kebenaran’. Jadi kebenaran sangat penting bagi Roh Kudus. Dia juga adalah Roh kekudusan, dan Roh kasih, dan Roh kuasa, tetapi apakah bagi Anda Dia adalah Roh kebenaran? Dalam ayat-ayat yang telah kita pelajari, Roh Kudus sangat peduli dengan kebenaran. Dia menyelidikinya, menyatakannya dan mengomunikasikannya, dan mencerahkan pikiran kita untuk dapat memahaminya. Janganlah kita pernah merendahkan kebenaran! Janganlah kita pernah mencela teologi! Jangan pernah meremehkan pikiran Anda! Jika Anda melakukannya, Anda mendukakan Roh kebenaran. Ayat-ayat ini seharusnya memengaruhi pandangan kita tentang Roh Kudus.
Yang kedua, kebutuhan kita akan Roh Kudus. Apakah Anda ingin bertumbuh dalam pengetahuan tentang Allah? Tentu saja. Apakah Anda ingin bertumbuh dalam pemahaman tentang hikmat Allah dan kehendak-Nya untuk membuat kita kelak menjadi seperti Kristus dalam kemuliaan? Tentu saja. Maka kita membutuhkan Roh Kudus, Roh kebenaran, untuk mencerahkan pikiran kita. Untuk itu kita perlu dilahirkan kembali. Saya terkadang bertanya-tanya apakah alasan beberapa teolog sekuler saat ini ketika berbicara dan menulis tentang hal-hal yang tidak bermanfaat (misalnya penyangkalan terhadap sebuah pribadi Allah dan keilahian Yesus) adalah karena mereka belum lahir baru. Seorang teolog mungkin saja belum lahir baru. Apakah itu sebabnya mereka tidak memahami kebenaran-kebenaran Alkitab yang menakjubkan ini? Alkitab hanya dapat dipahami secara rohani. Jadi kita perlu membaca dan mempelajari Alkitab dengan rendah hati, hormat dan penuh pengharapan. Kita perlu mengakui bahwa kebenaran yang dinyatakan dalam Alkitab masih terkunci dan tersembunyi sampai Roh Kudus membukakannya bagi kita dan membuka pikiran kita kepada kebenaran tersebut. Karena Allah menyembunyikannya dari orang bijak dan pandai, dan menyatakannya hanya kepada ‘bayi-bayi’, mereka yang rendah hati dan hormat kepada-Nya. Jadi, sebelum para pengkhotbah melakukan persiapan, sebelum jemaat mendengarkan, sebelum seorang individu atau sebuah kelompok mulai membaca dan mempelajari Alkitab – kita harus berdoa untuk pencerahan Roh Kudus: ‘Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu’ (Mzm. 119:18). Dan Roh Kudus akan melakukannya.