BAB 4
Gereja dan Alkitab
Gereja dan Alkitab
Sejauh ini kita telah mempelajari Trinitas yang dikaitkan dengan Alkitab. Allah adalah penulisnya, Kristus adalah subjek utama dan saksi yang mengautentikasi, dan Roh Kudus adalah perantara dari proses penyataan yang agung. Kita sekarang akan melihat hubungan gereja dan Alkitab.
Apa pendapat Anda tentang gereja? Jawaban Anda mungkin bergantung pada apakah Anda berpikir tentang gereja yang ideal atau gereja pada kenyataannya. Gereja yang ideal adalah gereja ciptaan baru Allah yang paling menakjubkan. Ini adalah komunitas baru milik Yesus, yang menikmati keharmonisan bermacam-macam ras, bangsa dan budaya, yang unik dalam sejarah dan dalam masyarakat kontemporer. Gereja adalah ‘model umat baru Allah’, umat manusia yang telah ditebus dan diperbarui. Mereka adalah orang-orang yang selama hidup di dunia melayani Allah dan orang lain dengan penuh kasih, seperti halnya nanti ketika mereka hidup dalam kekekalan. Benar-benar sesuatu yang indah dan mulia! Namun, pada kenyataannya gereja adalah kita, orang-orang Kristen yang berdosa, selalu melakukan kesalahan, bertengkar, bodoh, yang tidak pernah memenuhi standar ideal Allah, dan bahkan mendekati pun tidak.
Mengapa terjadi kesenjangan antara gereja yang ideal dan kenyataan? Kenapa kondisi gereja di dunia saat ini begitu buruk – lemah, terpecah belah, dan sangat kecil dampaknya bagi dunia? Saya yakin banyak alasannya, tetapi menurut saya alasan utamanya adalah apa yang disebut Amos sebagai ‘kelaparan… mendengarkan firman Tuhan’ (Am. 8:11), atau dalam bahasa sederhana, mengabaikan Alkitab. Ketidaksetiaan gereja terutama adalah karena ketidaksetiaannya pada penyataan diri Allah di dalam Alkitab. Dr. Martyn Lloyd-Jones benar ketika dia menulis dalam bukunya, ‘Preaching and Preachers’, bahwa ‘kemerosotan gereja selalu terjadi pada masa dimana para pengkhotbah tidak berkhotbah dengan baik’. Dengan kata lain, gereja akan tetap sakit dan lemah jika menolak obat dan nutrisi dari firman Allah.
Sekarang kita akan membahas dua teks Alkitab yang menggunakan metafora arsitektur. Dalam Efesus 2:20 gereja, yang disebut sebagai keluarga Allah (ay. 19), juga digambarkan ‘dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru’. Artinya, ajaran para penulis Alkitab adalah dasar atau fondasi yang di atasnya gereja dibangun, dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru yang menyatukannya. Dalam 1 Timotius 3:15 metafora ini dibalik. Setelah sekali lagi menyebut gereja sebagai ‘keluarga Allah’, Paulus menyebutnya sebagai ‘tiang penopang dan dasar kebenaran’. Pada teks pertama, kebenaran adalah dasar, dan gereja adalah bangunan yang ditopangnya, sedangkan pada teks kedua, gereja adalah dasar, dan kebenaran adalah bangunan yang ditopangnya.
Mungkin orang akan mengatakan bahwa Alkitab penuh dengan kontradiksi. Benarkah itu? Kedua ayat ini berasal dari pena orang yang sama, Rasul Paulus, yang patut dipuji atas konsistensi logisnya. Kita perlu tahu pada titik manakah analogi itu dibuat, untuk memahami apa yang ingin dikatakan penulis melalui kiasan yang dia gunakan. Ketika kita menerapkan prinsip ini pada dua teks di atas, kita menemukan bahwa keduanya saling melengkapi dengan indah.
Jika Anda bertanya, bagaimana pada saat yang sama kebenaran bisa menjadi dasar gereja dan gereja menjadi dasar kebenaran, maka jawaban saya adalah sebagai berikut: Apa yang ditegaskan Paulus dalam Efesus 2:20 adalah bahwa keberadaan gereja bergantung pada kebenaran. Gereja dibangun di atas dasar ajaran para rasul dan nabi yang sekarang tertulis di dalam Alkitab. Tanpa ajaran mereka, gereja tidak akan ada atau tidak dapat bertahan, apalagi berkembang. Namun, menurut 1 Timotius 3:15 kebenaran bergantung pada gereja agar dapat dipertahankan dan disebarkan. Gereja dipanggil untuk melayani kebenaran dengan memegangnya teguh dalam menghadapi serangan, dan mengangkatnya tinggi-tinggi di hadapan mata dunia. Oleh karena itu, gereja membutuhkan Alkitab karena gereja dibangun di atasnya. Dan gereja melayani Alkitab dengan berpegang teguh padanya dan menyebarkannya. Ini adalah dua kebenaran yang saling melengkapi, yang akan kita pelajari lebih lanjut.
Gereja Membutuhkan Alkitab
Dalam banyak hal, gereja bergantung pada Alkitab. Sebagai contoh:
a) Alkitab menciptakan gereja
Pernyataan ini bisa disalahmengerti, bahkan bisa dianggap tidak akurat karena umat Allah pada zaman Perjanjian Lama sudah ada selama berabad-abad sebelum Alkitab ada. Dan gereja pada zaman Perjanjian Baru juga sudah ada jauh sebelum kanon Perjanjian Baru difinalisasi, bahkan lebih lama lagi sebelum Alkitab pertama diterbitkan. Lagi pula, Anda mungkin mengatakan, gereja abad pertama ‘menyusun’ Perjanjian Baru, dalam arti bahwa komunitas Kristen mengambil bagian dalam menentukan bagaimana perkataan dan karya Yesus akan dicatat. Dengan demikian, gereja adalah tempat di mana Alkitab ditulis dan dihargai. Saya setuju dengan semua hal di atas. Namun demikian, saya menegaskan kembali bahwa Alkitab menciptakan gereja. Atau, lebih tepatnya, firman Allah (yang sekarang tertulis di dalam Alkitab) menciptakan gereja. Karena untuk menjawab pertanyaan bagaimana gereja Kristen muncul, jawabannya adalah melalui pemberitaan para rasul, yang berbicara tidak atas nama gereja, tetapi dalam nama Kristus.
Pada hari Pentakosta, nubuat dari Perjanjian Lama dikutip oleh Rasul Petrus ketika ia memberi kesaksian. Petrus menyatakan Yesus sebagai Mesias dan Tuhan, Roh Kudus meneguhkan kata-katanya dengan kuasa, dan umat Allah yang percaya menjadi tubuh Kristus yang dipenuhi Roh. Allah sendiri yang melakukan karya kreatif ini oleh Roh-Nya melalui firman-Nya, dan Dia terus berkarya melalui khotbah para rasul dengan cara yang sama. Dalam perjalanan misinya yang terkenal, Paulus juga memberi kesaksian tentang Kristus, menegaskan bahwa kesaksian para rasul, sebagai saksi mata kehidupan Yesus, sangat selaras dengan Kitab Suci Perjanjian Lama. Banyak yang mendengarkan, bertobat, percaya dan dibaptis. Sehingga gereja terbentuk di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. Bagaimana itu bisa terjadi? Oleh karena firman Allah. Firman Allah (dari kesaksian para nabi dan rasul), yang diberitakan dalam kuasa Roh, menciptakan gereja, dan ini masih terjadi sampai sekarang. Gereja dibangun di atas fondasi firman Allah. Dan ketika kanon Perjanjian Baru ditetapkan, gereja tidak memberikan otoritas pada kanon Perjanjian Baru, tetapi mengakui otoritas yang sudah dimiliki oleh kanon tersebut. Mengapa? Karena kanon Perjanjian Baru bersifat ‘apostolik’ dan berisi ajaran para rasul.
Berdasarkan alasan-alasan ini, kita dapat mengatakan bahwa benar Alkitab (yaitu firman Allah, yang sekarang tertulis dalam Alkitab) telah menciptakan dan terus menciptakan gereja.
b) Alkitab menopang gereja
Sang pencipta selalu menopang apa yang Dia ciptakan, dan karena Dia telah menciptakan gereja, Dia menopangnya agar tetap ada. Selanjutnya, setelah Allah menciptakan gereja dengan firman-Nya, Dia menopang dan memeliharanya dengan firman-Nya. Jika benar, seperti yang Yesus katakan dengan mengutip Kitab Ulangan (Mat. 4:4; band. Ul. 8:3), bahwa manusia hidup ‘bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah’, maka demikian juga halnya dengan gereja. Tanpa firman Allah, gereja tidak bisa berkembang. Gereja senantiasa perlu mendengar firman Allah. Karena alasan ini, pemberitaan firman menjadi pusat dalam ibadah jemaat. Pemberitaan firman bukan dilakukan sebagai paksaan, melainkan harus ada dan tidak bisa dihilangkan dalam ibadah karena penyembahan kepada Allah selalu merupakan respons terhadap firman Allah. Itu sebabnya adalah baik jika dalam ibadah di gereja, pemberitaan firman Allah dan penyembahan dilakukan berganti-gantian. Ibadah dimulai dengan Allah bersabda melalui firman-Nya (dalam pembacaan Alkitab dan eksposisi), dan kemudian jemaat memberi respons dalam pengakuan dosa, pengakuan iman, pujian dan doa. Jemaat bertumbuh menjadi dewasa di dalam Yesus Kristus hanya jika mereka mendengar, menerima, percaya, menghayati dan menaati firman Allah.
c) Alkitab mengarahkan gereja
Orang Kristen adalah musafir yang sedang dalam perjalanan menuju rumah kekal. Mereka melakukan perjalanan melalui tanah yang tandus, tanpa ada jalan, berbahaya dan gelap. Mereka membutuhkan petunjuk jalan, dan Allah menyediakannya. ‘Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku’ (Mzm. 119:105). Saya setuju, tentu saja, bahwa menafsirkan Alkitab (hermeneutika) itu sulit. Alkitab tidak memberi jawaban yang mudah untuk masalah-masalah kompleks pada abad kedua puluh satu. Kita harus bergumul dengan teks, mencari arti serta aplikasinya, melakukannya dalam doa dan persekutuan. Namun demikian, prinsip-prinsip yang diperlukan untuk membimbing kita ada di dalam Alkitab; dan bersama-sama, melalui pimpinan Roh Kudus, kita dapat menemukan bagaimana penerapan teks Alkitab dalam kehidupan saat ini.
d) Alkitab mereformasi gereja
Dalam setiap abad, dengan sedih saya mengatakan bahwa gereja telah menyimpang dari kebenaran Allah dan dari standar moral-Nya, termasuk gereja saya. Seperti yang ditulis oleh mantan pemimpin organisasi misi, Max Warren, bahwa sejarah gereja adalah ‘kisah manis yang pahit’ di mana fakta yang paling luar biasa adalah kesabaran tak terbatas dari Allah terhadap umat-Nya. Jika gereja terus-menerus menyimpang, bagaimana bisa direformasi? Jawabannya, hanya dengan firman Allah. Pembaruan terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah gereja di dunia adalah reformasi di abad keenam belas, dan hal ini disebabkan terutama oleh kembalinya fokus gereja pada Alkitab.
e) Alkitab mempersatukan gereja
Setiap orang Kristen tentu terganggu hari nuraninya jika terjadi perpecahan gereja. Jangan sampai kita menjadi terbiasa dengan hal itu. Kesatuan gereja merupakan tujuan dari apa yang ingin dicapai oleh orang Kristen, walaupun mungkin tidak semua kita sepakat tentang bagaimana bentuk kesatuan itu. Jadi apa alasan utama yang menyebabkan perpecahan gereja terus berlanjut? Jawabannya adalah gereja-gereja tidak sepakat tentang otoritas Alkitab. Selama gereja mengikuti tradisi dan pendapat mereka sendiri, gereja secara universal akan terus terpecah. Namun, ketika gereja mengakui bahwa Alkitab memiliki otoritas tertinggi dan jalan keselamatan yang tertulis di dalam Alkitab adalah cukup dan satu-satunya jalan keselamatan, serta bertekad untuk menilai tradisi mereka berdasarkan ajaran Alkitab, maka akan terbuka jalan bagi gereja untuk menemukan kesatuan dalam kebenaran. Ketika gereja tunduk pada Alkitab, maka kesatuan gereja akan terwujud.
f) Alkitab menghidupkan gereja
Kita rindu akan kebangunan rohani dalam gereja, kehadiran Allah secara luar biasa dan supernatural, yang membuat seluruh jemaat sadar akan kehadiran Allah yang hidup dan kudus. Orang berdosa disadarkan akan dosanya, yang bertobat diubahkan, yang murtad dipulihkan, yang bermusuhan didamaikan, yang percaya ditransformasikan, dan gereja yang mati dihidupkan kembali. Namun, bagaimana kebangunan rohani bisa terjadi? Hanya melalui karya Roh Kudus yang berdaulat. Bagaimana Roh Kudus melakukannya? Dia menggunakan firman-Nya. Firman Allah adalah ‘pedang Roh’ (Ef. 6:17; lih. Ibr. 4:12) yang dipakai oleh Roh Kudus untuk melakukan karya-Nya di dunia. Jangan pernah memisahkan Roh Allah dari firman Allah, karena ketika Roh Kudus memakai senjata ini dengan kuasa-Nya yang besar, Dia menusuk hati nurani, memotong kanker yang ada di dalam tubuh Kristus dan membuat si Iblis lari. Alkitablah yang menghidupkan gereja.
Saya harap Anda yakin dengan hal di atas. Gereja membutuhkan Alkitab! Gereja bergantung pada Alkitab. Gereja dibangun di atas dasar para rasul dan nabi. Alkitab tidak tergantikan untuk kehidupan, pertumbuhan, pendewasaan, mengarahkan, mereformasi, mempersatukan, dan memperbarui gereja. Tanpa Alkitab, gereja tidak mungkin ada.
Hal ini membawa kita pada kebenaran kedua yang melengkapi kebenaran pertama: jika gereja membutuhkan Alkitab, maka Alkitab juga membutuhkan gereja. Jika gereja bergantung pada Alkitab, maka Alkitab juga bergantung pada gereja karena gereja dipanggil untuk melayani Alkitab dengan cara menjaga dan menyebarkan pesannya.
Gereja Melayani Alkitab
Meskipun Allah menyampaikan perkataan-Nya melalui para nabi dan rasul, perkataan itu harus diterima dan ditulis. Sampai saat ini perkataan Allah masih perlu diterjemahkan, dicetak, diterbitkan, didistribusikan, dikhotbahkan, dipertahankan, dan disiarkan melalui berbagai media. Dengan berbagai cara tersebut, gereja melayani, menjaga dan membuat Alkitab dikenal.
Hal ini menjelaskan mengapa Paulus menulis dalam 1 Timotius 3:15 bahwa gereja adalah ‘tiang penopang dan dasar kebenaran’. Dua kata yang digunakan Paulus bersifat instruktif. Di satu sisi, gereja adalah dasar atau fondasi kebenaran, dan di sisi lain adalah tiang penopang kebenaran. Dasar atau fondasi menahan bangunan dengan kuat; tiang penopang menyangganya tinggi-tinggi agar bangunan bisa dilihat. Ini menunjukkan bahwa gereja mempunyai tugas mempertahankan ajaran (apologetika) dan tugas penginjilan. Sebagai dasar atau fondasi kebenaran, gereja harus memegang teguh dan mempertahankannya dari ajaran sesat, agar kebenaran tetap teguh dan tak tergoyahkan. Sebagai tiang penopang kebenaran, gereja harus menjunjung tinggi kebenaran, membuatnya terlihat oleh dunia, sehingga orang dapat melihatnya dan percaya. Jadi, Alkitab membutuhkan gereja untuk melindunginya dan menyebarkannya.
Ada kebutuhan mendesak untuk kedua tanggung jawab ini. Di satu sisi, ajaran sesat mulai berkembang di gereja. Ada guru-guru palsu yang menyangkal kepribadian Allah Yang Mahakuasa, tak terbatas dan penuh kasih, dan ada juga yang menyangkal keilahian Yesus Kristus serta otoritas Alkitab. Ajaran-ajaran sesat ini tampaknya semakin meningkat, dan menyebarkan pemikiran-pemikiran yang berbahaya melalui buku dan khotbah di berbagai media. Jadi, kebenaran membutuhkan penopang – yaitu para teolog Kristen yang akan menyerahkan hidupnya untuk apa yang disebut Paulus ‘membela dan meneguhkan Berita Injil’ (Flp. 1:7). Apakah Allah memanggil teolog muda yang membaca buku ini untuk menopang kebenaran di gereja, untuk menjaganya dengan teguh, dan membelanya terhadap ajaran dan pemikiran yang sesat? Suatu panggilan mulia! Gereja harus menjaga dan menyatakan kebenaran.
Pada saat yang sama, gereja dipanggil untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia. Ada jutaan orang di dunia yang belum pernah mendengar tentang Yesus, dan masih banyak lagi yang sudah mendengar tentang Dia tetapi tidak percaya kepada-Nya. ‘Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?’ (Rm. 10:14). Gereja membutuhkan penginjil yang akan mengembangkan cara-cara baru dalam penginjilan untuk masuk ke dalam wilayah-wilayah tertutup, khususnya dunia dengan berbagai agama dan dunia sekuler. Gereja adalah tiang penopang kebenaran. Jadi kita harus menjunjung tinggi dan membuatnya dikenal, agar orang dapat melihat keindahan dan kecukupannya, dan menerimanya untuk diri mereka sendiri.
Kesimpulan
Gereja membutuhkan Alkitab dan Alkitab membutuhkan gereja. Ini adalah kebenaran yang saling melengkapi yang diungkapkan oleh dua pernyataan Paulus. Gereja tidak dapat bertahan tanpa Alkitab untuk menopangnya, dan Alkitab sulit bertahan tanpa gereja untuk menjaga dan menyebarkannya. Keduanya saling membutuhkan. Alkitab dan gereja bagaikan saudara kembar yang tidak terpisahkan. Setelah mengerti hal ini, ada tiga nasihat yang ingin saya sampaikan.
Pertama, pendeta-pendeta Kristen harus lebih sungguh-sungguh dalam berkhotbah. Panggilan kita adalah untuk mempelajari dan menjelaskan firman Allah, dan menghubungkannya dengan dunia modern. Pertumbuhan rohani setiap jemaat sangat bergantung pada kualitas pelayanan khotbah. Ini mungkin sesuatu yang mengejutkan. Memang saya tahu bahwa anggota gereja dapat bertumbuh menjadi dewasa di dalam Kristus terlepas dari siapa pun pendeta mereka, dan bahkan ketika pendetanya tidak baik dan tidak melakukan tugasnya. Mereka bisa berdoa dan membaca Alkitab, sendiri maupun dalam kelompok persekutuan, serta memanfaatkan sumber daya yang tersedia sebagai sarana belajar. Namun demikian, Allah menyatakan dalam Perjanjian Baru bahwa tujuan Allah adalah memercayakan pemeliharaan umat-Nya kepada para pendeta. Tanggung jawab mereka adalah memberitakan Kristus sesuai dengan apa yang dinyatakan di dalam Alkitab, dalam kemuliaan pribadi dan karya-Nya. Itu sebabnya saya berani mengatakan bahwa biasanya penyembahan, iman dan ketaatan jemaat adalah refleksi dari pemberitaan firman Allah yang dilakukan oleh para pendeta. Jadi, para pendeta perlu lebih lagi mendedikasikan diri pada tugas utamanya, yaitu berkhotbah!
Kedua, orang Kristen jangan hanya mempelajari Alkitab sendiri atau dalam kelompok persekutuan, tetapi juga mendesak para pendeta agar khotbah mereka setia pada isi Alkitab. Pelayanan khotbah yang kita dapatkan seharusnya adalah khotbah alkitabiah, dan khotbah semacam inilah yang harus kita minta dari para pendeta! Sebenarnya jemaat memiliki kekuatan lebih daripada yang mereka sadari. Mereka menjadi anggota gereja di mana khotbah yang disampaikan sering kali tidak alkitabiah, dan mereka tidak melakukan apa-apa! Ada kalanya jemaat perlu memiliki keberanian untuk berbicara dengan pendeta agar mereka setia pada firman Allah dalam khotbah mereka. Namun, jangan hanya mengingatkan; tetapi jemaat juga perlu mendukung dan mendoakan pendeta-pendetanya. Sebaiknya para pendeta tidak dibebani tugas-tugas administrasi. Pelayanan dalam gereja juga harus didelegasikan kepada para penatua. Setiap jemaat perlu belajar dari Kisah Para Rasul 6, di mana para rasul berfokus pada pelayanan firman sesuai dengan panggilan Kristus bagi mereka. Mereka mendelegasikan beberapa tugas sosial dan administrasi, agar dapat memusatkan pikiran ‘dalam doa dan pelayanan Firman’ (Kis. 6:1-4). Para penatua gereja hendaknya memastikan bahwa prioritas tersebut tetap sama saat ini.
Ketiga, orang tua Kristen harus mengajarkan Alkitab kepada anak-anak mereka. Jangan menyerahkan tanggung jawab ini kepada gereja atau sekolah; orang tualah yang harus melakukannya, sehingga anak-anak kita, seperti Timotius, mengenal Alkitab sejak kecil (2Tim. 3:15). Jika orang tua melakukan hal ini, maka para pemimpin gereja generasi yang akan datang akan memahami peran Alkitab yang tak tergantikan bagi gereja, tidak seperti yang terjadi saat ini.
Jadi marilah kita memberi Alkitab tempat utama, baik di rumah maupun di gereja, bukan karena kita menyembahnya, tetapi karena Allah berbicara melalui Alkitab. Kemudian, saat kita mendengar suara-Nya melalui khotbah, jemaat akan mengalami pembaruan, reformasi dan kebangunan rohani, serta menjadi seperti yang selalu diinginkan Allah – cahaya terang yang bersinar dalam kegelapan di sekitar kita.